29 Juni 2008

Juara 1 Lomba Foto: Sayuran Segar (seharusnya) Disirami Air Yang Bersih



Air Bersih Sumber Kehidupan



Sayur Hijau Sayur Segar



Kesegaran di Pagi Hari



Maafkan Saya... Hanya ini yang kita punya...

Juara 2 Lomba Foto: Kali Bersih Dambaan Kita SDPU Jakarta Pusat













Keseharian para pekerja pembersih kali Jakarta Pusat yang terus mencoba menjaga kali tersebut tetap bersih dari perbuatan kita membuang sampah sembarangan.

Juara 3 Lomba Foto: So Clean ... So Sweet!



Menyedihkan! Jakarta begitu kotor.



Syukur, ada kaum muda yang peduli akan lingkungan mereka.



Sampah-sampah ini didaur ulang untuk dipakai lagi.



Atau dibakar karena beracun

21 Juni 2008

Pemenang Lomba Jingle

Berikut ini adalah Para Pemenang Lomba Jingle dengan tema "Taruh Sampah Jadikan Berkah".

Juara 1
Muh. Dadan Ruhanda

Juara 2
Galih Priandha Ardiansyah

Juara 3
Onggo Lukito

Juara Harapan 1
Risa Adelani

Juara Harapan 2
Sodik Wardoyo

Juara Harapan 3
Ksetra Sukoco

Juara Harapan 4
Niken Dewi Mandasari

Juara Harapan 5
Laurensia Ayudya Hapsari


Selamat
Kepada Para Pemenang!

Hasil Lomba ini sudah diumumkan pada hari Sabtu, 21 Juni 2008 dalam acara Dialog Lintas Iman mengenai persoalan sampah di Gedung LPMJ, Jakarta. Bagi pemenang yang tidak dapat hadir dalam acara tersebut, Anda bisa menghubungi panitia untuk menerima hadiah dan menyelesaikan administrasi. Panitia dapat dihubungi melalui:

Email : berkahsampah@gmail.com
Telepon : 0815 991 8802 (Xaxa)

Pemenang Lomba Bercerita dengan Foto

Berikut ini adalah hasil dari Lomba Bercerita dengan Foto dengan tema "Taruh Sampah Jadikan Berkah".

Juara 1
Adam Malik Habibi

Sayuran Segar (Seharusnya) Disirami Air yang Bersih


Juara 2
Sari
Kali Bersih Dambaan Kita

Juara 3

Christoforus Thersymisius
So clean…so sweet!



Juara Harapan 1
Kesit Himawan Setyadji
Tanggung Jawab Kita Juga!!!

Juara Harapan 2
Michael Santoso
Aku berdua di tengah BERKAH-BERKAH sampah

Juara Harapan 3

Achmad Fadillah
Aku dan temanku mengukir cerita

Juara Harapan 4

Jimmy Indra
Work Hard Life Hard

Juara Harapan 5
Adi Madestra Wiyogo
Demi Sesuap Nasi



Selamat
Kepada Para Pemenang!

Hasil Lomba ini sudah diumumkan pada hari Sabtu, 21 Juni 2008 dalam acara Dialog Lintas Iman mengenai persoalan sampah di Gedung LPMJ, Jakarta. Bagi pemenang yang tidak dapat hadir dalam acara tersebut, Anda bisa menghubungi panitia untuk menerima hadiah dan menyelesaikan administrasi. Panitia dapat dihubungi melalui:

Email : berkahsampah@gmail.com
Telepon : 0815 991 8802 (Xaxa)



05 Mei 2008

Pabrik Slogan (Caroline Noviany BW - Cirebon - Pemenang Harapan V)

Saya bangga bisa memenangkan lomba slogan ini sebagai Juara Harapan V - Lalat aja tau tempat sampah. Saya mengetahui lomba slogan ini dari poster yang dipajang pada kolom pengumuman di kampus saya di UPH. Saya sangat tertarik dengan lomba-lomba yang diadakan untuk membangun lingkungan hidup dimana kita tinggal menjadi bersih dan maju. Yang menarik bagi saya adalah bagaimana saya bisa membagi ide saya melalui tema yang dilombakan, yang dapat membuat perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik.

Yang menjadi daya tarik saya terhadap perilaku masyarakat terutama dalam ketidaksadaran atau bahkan kesengajaan masyarakat dalam sikap dan perbuatan sehari-hari pada lingkungan sekitar. Saya ingin menyampaikan bahwa buang sampah sembarangan itu membuat manusia terkurung dalam kesengsaraan yang berkepanjangan.

Saya orangnya suka membaca dan berpergian. Jadi banyak hal yang saya lihat dan dapatkan. Setiap hal baru yang saya dapatkan, selalu saya catat. Kalau ide saya cukup singkat, saya catat di HP, tetapi kalau cukup panjang, saya catat di kertas, baru kemudian diketik. Dalam menciptakan suatu slogan, saya catat setiap hal yang saya lihat dan saya dengar serta mengubahnya menjadi kalimat yang unik.

Yang membuat saya berubah setelah menjalani proses kreatif ini antara lain, saya lebih sayang terhadap bumi ini termasuk lingkungan alam sekitar. Waktu saya ketahuan orang-orang di sekitar bahwa saya pemenang lomba slogan, saya merasa bangga dan lebih memperhatikan kebersihan dan kesehatan di lingkungan tempat saya tinggal.

Kalau lomba lain yang pernah saya ikuti macam-macam, seperti lomba menulis cerpen, puisi, dan artikel. “Semoga slogan Gerakan Hidup Bersih dan Sehat dapat memberikan dampak yang luar biasa bagi banyak orang di dunia.” (Caroline Noviany)

Catatan: Caroline adalah peserta PALING PRODUKTIF karena mengirimkan 52 slogan ! Akhirnya salah satunya mendapat nomor juga. Selamat ya !

01 Mei 2008

Kisah Sang Juara II (Agus Priyadi -Pemalang)

Tentang ide slogan yang aku dapatkan "Habis manis, sampah dibuang? Mending Didaur ulang", aku memang sangat risau dengan segala sesuatu yang berbau dengan sampah.Di kampungku sendiri, tepatnya dipinggiran kali, aku sering membakar sampah . Sampah milik masyarakat setempat termasuk lingkungan dan saudara -saudaraku yang dengan “nikmatnya” membuang sampah dengan se-enak udele dewe. Sudah lama aku mengusulkan untuk membuat penampungan sampah di pinggir kali tersebut, minimal agar mudah di pilah(dibakar/di pendam) tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari warga setempat. Hal itu juga yang akhirnya aku mendapatkan ide slogan tersebut. Semoga dengan lomba slogan ini dan terpilihnya aku sebagai juara, aku berharap mendapatkan komunitas yang bisa bersama–sama peduli untuk menciptakan lingkungan menuju sehat, karena pada saat ini baik di Jakarta ataupun didaerah masih banyak lingkungan kita yang masih belum sehat. APA KATA DUNIA NANTI JIKA INDONESIA YANG TERKENAL PARU – PARU DUNIA MALAH PANAS MENJADI GERSANG DAN KOTOR PULA!

Kurang lebih sebulan setelah aku mengirimkan karya sloganku, aku berangkat ke Jakarta. Suatu kebetulan yang bertubi – tubi, aku mendapatkan panggilan kerja pada sebuah perusahaan swasta di daerah Roxy. Aku bekerja sebagai expedisi alias tukang antar barang, (bahasa trendnya kurir,). Ketika sudah sekitar tiga minggu dan bekalku telah menipis, ternyata saat tak sengaja aku membuka e-mail, aku terpilih menjadi juaranya. Kontan saja temen – temen di tempat kerja mulai tahu aku memenangkan lomba tersebut. Awalnya sih hanya satu orang yang tahu tapi dasar lidah tak ber kelu pada akhirnya menyebar juga cerita tersebut seperti wabah menginfeksi suatu koloni.

Tapi ternyata tidak rugi juga, berkat kemenangan dalam lomba slogan tersebut, ada temen yang menjadi security rupa–rupanya mulai malu buang sampah sembarangan. Entah karena aku atau sadar akan tulisan slogan yang ada pada kaos yang aku kenakan. Dia juga mulai menanyakan seputar kepedulianku akan sampah. Agaknya usahaku tidak sia–sia tentang kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Meski masih sangat jauh dan belum sempurna, kerja kerasku telah membuat orang lain yang mulai nyadar akan kebersihan. Untuk pribadiku sendiri, aku begitu antusias; apalagi karya sloganku di jadikan syarat untuk lomba jingle, semakin membuat aku lebih peduli terhadap lingkungan untuk menuju sehat dan bermanfaat.

Ada perubahan dalam kepedulianku tehadap lingkungan, kini aku lebih hati–hati untuk membuang sampah terkecil sekalipun dan lebih “memanusiawikan” sampah. Disaat aku melihat sampah berserakan dan tidak berada pada tempatnya, aku merasakan rintihan sang sampah penuh kesedihan karena berharap berada dalam tempatnya dan berada pada kelompoknya.

Ide slogan ini aku dapatkan ketika beberapa tahun yang lalu di kota pemalang dan sejalan dengan riset yang aku lakukan hingga sekarang. Aku terinspirasi oleh paraPetugas Kebersihan”Pejuang Sampah”. Mereka dimalam hari dengan angin malam yang sangat begitu mengganggu kesehatannya disaat orang lain tertidur dengan nyenyaknya. Mereka membersihkan sampah – sampah dijalanan, baik dikota metropolitan seperti Jakarta maupun di daerah. Apapun alasannya, mereka layak mendapatkan penghargaan yang sepantasnya.

Habis manis sepah dibuang?... …Sampah kaleee… yang dibuang…, itu sering terjadi dan sampai aku bosan melihatnya.Bukan sok bersih lho…,tapi memang, aku sering geram dengan orang yang suka buang sampah sembarangan. Apa lagi para manusia golongan kelas elite yang suka melempar sampah kertas /plastik dari dalam mobil. Sebenarnya mereka tak pantas melakukan hal demikian (bukan…?)...Seyogyanya mereka memberi teladan yang baik kepada yang lain khususnya orang–orang “pinggiran” untuk lebih menjaga lingkungan bersama. Tapi sutralah, kenapa harus di pusingkan oleh mereka?...whatever dengan tingkah mereka. Aku tak peduli, yang penting bagaimana aku agar tetap menjaga kepedulianku akan lingkungan terutama dalam hal kebersihan.

Banyak kisah yang aku dapatkan ketika melakukan riset untuk slogan ini, aku terinspirasi oleh pepatah kuno sekaligus kejadian didepanku semenjak aku terfokus dengan lomba slogan ini.Aku sering mendatangi tempat–tempat kumuh dimanapun aku melintasi daerah dengan “si kumbang biru”(sepeda motorku) khususnya di kota kecil Pemalang.Habis manis sampah dibuang?... mending didaur ulang,sebenarnya tak ada hubungannya dengan kalimat terakhir sih, mulanya hanya kalimat awal saja yang terlintas di otakku, itupun terjadi oleh khayalanku/ halusinasi (kata theh melly sih intuisi namanya) yang membayangkan suatu perilaku yang “sakit”dengan membuang sampah sembarangan.

Dan Khayalan ini bersambut oleh seorang bocah yang tiba –tiba mengambil sampah tersebut dengan penuh ketulusan.Tapi yang menjadi pusat perhatianku bukan dari tingkah dua perilaku ini,tetapi lebih ke obyek (shotnya adalah sampah).Aku dapat menangkap rintihan dari “sosok sampah”tersebut begitu memelas. Ia sedih, ia menangis,berada di sembarang tempat, tertiup angin kesana – kemari, jika yang ber bau busuk pasti akan sangat mengganggu sekitar, nalurinya berkata ingin diperlakukan selayaknya. Artinya ingin ditempatkan pada tempat yang semestinya(to the point deh,tempat sampah buu…).

Memanusiawikan sampah lebih berarti memberikan sampah pada tempatnya baik memilah, memilih dan mendaur ulang. Kata yang sering kita pakai dalam dunia persampahan yaitu membuang agaknya terlalu kejam kedengarannya. Alangkah indahnya jika kita dapat memanusiawikan sampah, niscaya kita dapat hidup berdampingan dengan sampah tanpa harus kumuh dan berbau busuk. Sampah juga punya naluri, ingin diperlakukan sama, dan berharap ingin dimanfaatkan kembali. Aku merasakan ini begitu tulus, sampai saat ini pun jika melihat sampahku berserakan dan melihat perilaku “sakit”batinku ikut merasakan kesedihan sang sampah.”Habis manis sampah dibuang?...jangan sayang,mending didaur ulang…,

Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada teman – teman yang telah dengan sadar diri menempatkan sampah pada tempat yang sepantasnya.Untukmu sampahku…,jangan berhenti berharap untuk dimanusiawikan ya,…Kiranya cerita ini dapat menjadikan inspirasi bagi semua yang menginginkan lingkungan menjadi bersih dan sehat serta memberi semangat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan sehat.Buat para”pejuang sampah”,ayo! Maju terus! Jaga lingkungan dengan tulus!MERDEKA!

Surat dari Agus Priyadi - Pemalang (Juara II)

Kepada Panitia Lomba Gerakan Hidup Bersih Dan Sehat

Dengan Hormat,

Sebelumnya saya ucapkan Terima kasih kepada para dewan juri yang terhormat , Bapak Arswendo Atmowiloto dan mbak Ayu Utami yang telah memilih karya slogan saya sebagai pemenang dan mendapatkan juara ke – 2,dan Terima kasih yang tak terhingga kepada Allah swt yang telah memberikan“tetesan embun”ke dalam otak hamba,yang di dalamnya terdapat berjuta bahkan milyaran ide kreatif yang begitu luar biasa namun hanya baru sangat sedikit yang dapat hamba tuangkan,semoga dengan kemenangan ajang lomba slogan ini menjadikan awal untuk lebih berkarya dan menjadi inspirasi dalam cipta karya khususnya dalam dunia karya”tulis”.Tak terlupakan terima kasihku teruntuk my mom,… … adalah “matahariku”yang selalu mengiringi doa,kasih sayang dan segenap ketulusan dalam setiap derap langkahku yang tanpa mengharap… …,Seperti mentari yang begitu tulus memberikan sinarnya untuk semua planet di jajaran tatasuryanya.
Dedikasiku untuk para “Pejuang Sampah”yang begitu perkasa memungut,mengambil sampai memisahkan dengan berjuta aroma kebusukan dan kebangkain yang menusuk hidungnya namun tetep keukeuh,serta “memanusiawikan sampah – sampahnya”agar lingkungan tetap terjaga,bersih,segar dan tetap bermanfaat (mendaur ulang) kembali bagi lingkungannya.”Terima kasih… … sampahku,karenamu kini aku lebih memanusiawikanmu,… … Aku merasakan engkau menangis saat engkau di buang sembarangan,… … dan engkau selayaknya didaur ulang.

HABIS MANIS SAMPAH DIBUANG?...MENDING DI DAUR ULANG.

Slogan ini terinspirasi ketika di sebuah tabloid mingguan Peluang kerja terpampang sebuah kolom lomba slogan yang begitu aku membacanya langsung tertarik ingin mengikuti ajang lomba tersebut, langsung saja aku ke www.berkahsampah.blogspot.com. Bukan hal yang baru sebenarnya dunia tulis menulis meski memang belum sangat mahir dan masih jauh untuk merangkai kata – kata, tetapi dunia menulis ini sangat ingin aku geluti, entah sebisa apa aku dapat menuangkan ide –ide apapun kedalam tulisan. Sampai detik ini pun aku begitu ingin menjadi penulis seperti para dewan juri yang memang notabennya adalah penulis – penulis hebat sekaligus sutradara yang karya – karyanya begitu familiyar di ranah pertelevisian tanah air.

Ada motifasi tersendiri kenapa aku ikutan lomba slogan ini,berkaitan dengan Bapak Arswendo,saya begitu mengagumi karya – karya serial televisinya dari “keluarga cemara,satu kakak tujuh keponakan sampai kenapa harus inul dan masih banyak lagi.Tersimpan sebuah kenangan yang tak mungkin terlupakan,… …ketika itu lebih kurang di tahun 2000 saat pertama aku mengenal beliau dihalaman hotel Acacia salemba. Mungkin ketika itu beliau tengah “berpetualang” mencari inspirasi untuk sebuah karyanya.Pandanganku sangat yakin kalau beliau adalah Bapak Arswendo meski topi bundar,kaos merah dan celana coklat yang Nampak kelihatan’maaf’ kucel dan disamarkan dengan tas hitam, tapi aku sangat yakin bahwa beliau adalah Bapak Arswendo.Tak menyia – nyiakan kesempatan tersebut,aku langsung menghampirinya.Meski hanya sebentar,namun aku begitu bangga telah mengenal dan berjabat tangan dengan beliau,ada sesuatu getar lain yang aku rasakan sesudahnya,aku merasakan seolah – olah ada kemistri diantara kita.Meski perjumpaan yang singkat namun aku yakin suatu saat nanti akan bertemu kembali dengan beliau.Seiring waktu ternyata benar,pertemuan kembali terjadi,hingga sampai pada pertemuan yang ke – 3.Dan yang ke – 4 ini,sungguh sangat mengejutkan,meski pada acara Green festival Lomba slogan “Taruh sampah jadikan berkah” di parker timur senayan aku tidak menghadirinya namun aku yakin suatu saat nanti aku akan bertemu dengan beliau dalam kesempatan yang lain,dan aku yakin itu akan luar biasa.Akupun tak menyangka jika aku akan mendapat juara ke – 2 lomba ini.

Begitu juga dengan mba Ayu utami,jika ada kesempatan yang lain dan keberuntungan berpihak padaku lagi,aku ingin mengenalnya lebih dekat lagi.Aku juga ingin seperti anda mba?... …

Banyak alasan dan cerita yang membuat aku mengikuti lomba slogan ini. Sudah jelas,alasan pertama adalah selain aku memang menyukai dunia tulis menulis, dewan jurinya juga membuat aku begitu bersemangat,(khusus untuk Bapak Arswendo,saya akan menceritakan kisah diatas kepada anda jika bertemu nanti).Tunggu kedatanganku ya Pak?... …he…

Yang terakhir untuk Panitia lomba (Gerakan Hidup Bersih Dan Sehat) Terima kasih dengan diadakannya lomba slogan ini semoga dapat menggugah masyrakat untuk lebih peduli terhadap lingkungannya.

(Catatan:Foto-foto ini adalah kiriman penulis yang prihatin dengan rusaknya lingkungan di dataran tinggi Dieng yang sudah menjadi gersang)


28 April 2008

Buat Karya = Buat Solusi (Fitrawan Umar - Pinrang SulSel - Juara Pertama)


Ketika diminta menuliskan proses kreatif pembuatan slogan, saya merasa ada sesuatu yang membesarkan kepala saya. Seolah-olah saya ini adalah J.K.Rowling yang disuruh menuliskan proses kreatifnya menyusun novel Harry Potter. Mungkin juga Andrea Hirata dengan Laskar Pelangi nya. Bahkan Habiburrahman dengan Ayat-Ayat Cinta-nya.

Proses kreatif?

Slogan yang saya tulis, jika dirunut jauh ke belakang, sebenarnya berawal dari status saya sebagai mahasiswa prodi pengembangan wilayah dan kota di Unhas.
Di kampus, mahasiswa program tersebut disajikan banyak materi tentang lingkungan. Kami benar-benar ditempa untuk peduli terhadap lingkungan. Ya, wajarlah sebagai calon perencana, kami harus sejak dini peka terhadap isu-isu lingkungan. Kalau tidak, lingkungan itu yang balik menyerang kita.

Semenjak itu, saya pun perlahan mengubah gaya hidup saya. Minimal yang saya lakukan adalah tidak membuang sampah sembarangan. Bagaimana tidak, saya berpikir mana mungkin nanti saya bisa mengembangkan kota yang bersih dan teratur kalau saya sendiri yang membuang sampah sembarangan? Begitulah seterusnya hingga saya mulai terbiasa. Tapi, terkadang kesungguhan untuk membuang sampah di tempatnya itu masih susah di Indonesia. Masalahnya karena tempat sampah yang disediakan masih terlalu sedikit dibanding jumlah masyarakat yang aktif membuang sampah. Mungkin ada niat untuk buang sampah di tempatnya, tapi kalau tempat sampahnya tidak tersedia? Mana bisa.

Alternatif lain untuk membuang sampah di tempatnya ialah saya mencoba untuk selalu mengantongi sampah di kantong celana atau baju. Kemudian jika tempat sampahnya sudah ketemu, baru saya buang. Jadi, terkadang kalau saya ingin merapikan pakaian, masih saja terdapat bungkusan makanan atau minuman di kantong celana dan baju.. Itu karena seringkali saya lupa membuangnya. He..he…


Akhirnya, suatu hari, saya membaca surat kabar nasional bahwa diadakan lomba slogan oleh Gerakan Hidup Bersih dan Sehat. Entah kenapa saya menggebu-gebu untuk mengikuti lomba itu. Saya anggap lomba itu dapat dijadikan media kampanye kepada masyarakat untuk peduli terhadap sampah. Saya merasa terpanggil untuk itu.


Kemudian, hampir tiap malam, saya meramu ide-ide dari berbagai bahan yang diperoleh dari pengalaman hidup di siang hari. Merangkai kata satu per satu. Seringkali mata saya merajalela memandangi lingkungan sekitar untuk memetik satu ide.
Tiap mendapatkan ide, saya langsung mencatatnya di kertas catatan ataupun di HP. Begitulah seterusnya hingga satu per satu slogan saya selesai. Dan akhirnya mencapai 30 slogan.

Slogan yang terpilih sebagai pemenang pertama, itu berangkat dari sebuah keresahan pribadi. Sebagaimana yang sudah saya ceritakan di atas bahwa terkadang saya mengalami kendala ketika berniat membuang sampah di tempatnya. Saya yakin itu juga merupakan kendala bagi masyarakat Indonesia sekarang. Mau buang sampah tapi tempatnya tidak ada. Bagaimana caranya?

Akhirnya, setelah jawabannya saya dapatkan, jawaban itu kemudian saya ungkapkan melalui slogan. “TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU?, KANTONGI AJA DULU”. Cerdas kan? Jadi, ide kreatif juga sebenarnya bisa diperoleh dari sebuah masalah. Ketika kita ditimpa sebuah masalah, maka ketika itu kreativitas akan muncul. Sekali lagi, buat teman-teman yang ingin mengikuti lomba selanjutnya, perhatikanlah permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Kemudian pecahkan melalui karya kita. Yakin karya itu akan menjadi sesuatu yang ’wah’.

Kalau ditanya apa yang berubah dari keseharian saya selama dalam proses mengikuti lomba itu. Mungkin, waktu mengkhayal saya yang semakin bertambah. Meskipun kurang tepat, terkadang inspirasi itba-tiba muncul akibat sebuah khayalan yang telah berkeliaran ke mana-mana. Tekadang yang ada di pikiran saya hanya slogan dan slogan.

Dan yang lebih penting, semangat saya untuk peduli terhadap lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan semakin menguat. Tentunya saya mempunyai beban moral untuk melaksanakan apa yang telah saya tulis pada slogan-slogan itu. Adalah sebuah pengkhianatan jika saya yang mengampanyekan peduli sampah sedangkan saya sendiri masih membuang sampah sembarangan. Yup, buat teman-teman anda juga harus konsisten dengan kata-kata maupun foto-foto anda nantinya…….

Kemudian, tanggal 18 April 2008, slogan saya akhirnya dinobatkan sebagai pemenang pertama mengalahkan ribuan slogan yang masuk. Sungguh menjadi sebuah kebanggaan bagi saya. Mengetahui hal itu, apalagi yang dilakukan teman-teman selain meminta untuk ditraktir. Ya…tidak apa-apalah. Yang jelas semuanya juga harus peduli terhadap sampah.

24 April 2008

PENGALAMAN YANG TAK TERBAYANGKAN (Ali Nugroho - Jakarta, Juara Harapan I)

Lomba slogan, sesuatu yang belum pernah terpikir akan saya ikuti. Secara spontan terlintas begitu saja saat seorang kawan memberitahu adanya lomba slogan. Dan kebetulan sangat berkaitan dengan minat saya sejak kuliah pada permasalahan lingkungan hidup. Sewaktu kuliah saya aktif dalam aktivitas luar ruangan bersama organisasi Mapala kampus. Bahkan skripsi saya dulu mengambil spesialisasi Hukum Perdata Lingkungan.

Ketertarikan saya untuk berpartisipasi pada lomba slogan tidak semata karena hadiah, meskipun hadiah uang dapat dikatakan cukup besar untuk lomba slogan. Namun lebih dari itu, saya melihat adanya upaya yang sangat sederhana namun cukup mengena dalam hal meningkatkan awareness masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah. Barangkali setiap orang tidak akan pernah lupa, bahwa pelajaran peduli lingkungan yang selalu ditanamkan sejak dini dari dulu adalah ”jangan membuang sampah sembarangan”, ”buanglah sampah pada tempatnya”, atau ”kebersihan sebagian dari iman”. Tapi apakah ungkapan-ungkapan seperti tersebut sudah diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari??tentunya hanya diri kita masing-masing yang tahu jawabannya.

Usaha sederhana untuk hasil yang nyata, barangkali ini bisa dijadikan ungkapan yang tepat untuk menggambarkan alasan saya ambil bagian dalam lomba slogan. Meski saya bukan orang yang ”sangat” memperhatikan masalah sampah, dan kadang-kadang khilaf masih saya lakukan dengan tak mempedulikan sampah disekitar, namun saya berharap melalui dengan slogan dapat memberikan kontribusi pada masalah penanganan sampah. Dan harapan saya tentunya slogan tak hanya sekedar kata-kata pemanis di area publik misalnya, namun dapat menjadi hal yang menarik buat orang-orang termasuk saya sendiri untuk lebih memperhatikan masalah sampah. Saya tidak memungkiri, bahwa hadiah yang disediakan cukup menarik, meski untuk itu saya benar-benar nothing to lose, bahkan saya sendiri sempat lupa bahwa saya jadi partisipan dalam lomba slogan.

Proses dalam penciptaan slogan juga bukan sesuatu yang istimewa. Sampahku...Cermin Gaya Hidupku!, saya pilih sebagai slogan karena alasan sederhana. Saya memandang bahwa perlakuan seseorang terhadap sampah dapat mencerminkan gaya hidup seseorang. Kepedulian seseorang pada sampah yang ada di lingkungannya, sangat mencitrakan kepribadian orang tersebut. Orang yang perhatian dengan mengelola sampah yang ada disekitarnya, (meskipun tidak mutlak) dapat digambarkan bahwa dia adalah pribadi yang peduli dengan lingkungan hidupnya secara umum. Terangkainya kata-kata di atas menjadi slogan timbul secara spontan, bukan sesuatu yang dihasilkan dari riset, study atau setidaknya perenungan. Saya hanya mencari kata-kata sederhana yang mudah diingat namun mampu membangkitkan kepedulian pembacanya.

Memperhatikan perilaku masyarakat saat ini, (saya juga termasuk didalamnya) menjadi sesuatu yang begitu miris. Saat ini bukan hal yang sulit menemukan kata-kata ”Stop Global Warming”, ”Save Our Earth” atau banyak lagi ungkapan yang bertujuan memicu kepedulian masyarakat terhadap kondisi lingkungan hidup yang makin memprihatinkan. Namun, dalam kenyataannya masih banyak hal-hal yang tentunya lebih bijak kalau dilakukan secara nyata dalam upaya menyelamatkan nasib bumi. Meskipun terkesan bombastis, namun untuk sesuatu yang baik saya beranggapan kita butuh obsesi yang tinggi. Tentunya untuk mewujudkan obsesi yang terkesan bombastis tadi, kita dapat melakukannya dengan aksi-aksi sederhana diantaranya dengan pengelolaan sampah yang baik, pemanfaatan sampah yang dapat didaur ulang, dan mengurangi pemakaian kebutuhan yang berpotensi menambah kuantitas maupun kualitas sampah yang tidak dapat didaur ulang.

Saya ingin menyampaikan pesan singkat dengan slogan saya di atas, bahwa kita patut menjadikan sampah sebagai cerminan gaya hidup. Perlakuan yang baik terhadap sampah akan mencerminkan gaya hidup dan kepribadian kita sebagai pribadi-pribadi yang peduli nasib dan kelangsungan alam sekitar. Setelah terlibat dalam proses kreatif penciptaan slogan, saya merasa perlu untuk secara pribadi mawas diri bahwa saya bukan orang yang dengan baik juga memperhatikan sampah. Namun saya berkeinginan lomba slogan dan peringatan Hari Bumi 22 April lalu, dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak yang peduli pada kelangsungan hidup lingkungannya untuk semakin meningkatkan upaya-upaya nyata dalam melestarikan lingkungan sebagai faktor utama pendukung kelangsungan hidup manusia.

Setelah saya tahu bahwa slogan yang saya kirimkan menjadi nominasi pemenang, rasa bertanggungjawab menjadi hal yang sangat terasa dan saya berharap untuk tidak terbebani. Tidak banyak orang yang tahu tentang slogan yang saya kirimkan, namun saya ingin nantinya ada manfaat nyata dari slogan yang masuk nominasi tersebut. Tak lupa saya juga mengucapkan selamat kepada pemenang pertama, kedua, ketiga serta para nominator yang lain. Semoga usaha kita semua tidak akan sia-sia.

Selamat Hari Bumi 22 April 2008.

Ali Nugroho
Jakarta, 23 April 2008

Slogan itu Seperti Ilmu Psikologi (oleh Luh De Suriyani - Denpasar - Juara III)

Saya paling suka melihat tulisan di sticker, t-shirt yang dipakai orang, atau teks-teks kampanye produk. Ini seperti pelajaran berkomunikasi, memahami kebutuhan orang, atau membujuk orang tersenyum melihat kekurangan dirinya dari sebuah kalimat.

Ketika seorang teman di milis share lomba slogan ini, saya langsung mengcopy-nya. Saya pikir ini lomba paling asyik dan paling mudah. Apalagi hadiahnya lumayan banget dan murah hati juga, karena memberikan banyak tempat untuk pemenang.

Yang lebih penting lagi, temanya. Ini sih, tema yang bagi saya sangat familiar. Karena baru saja saya membuat lomba menulis cara mengolah sampah untuk anak-anak di gang rumah saya. Bahkan, saya dan anak-anak juga paling sibuk nyari judul yang lucu untuk artikel-artikel mereka.

Sampai di rumah, saya beri tahu suami. Suami saya paling suka utak-atik kata. Kata-kata yang berirama paling dia suka. Dia sih nggak terlalu semangat untuk ikut serta lomba. Kami berhasil mengumpulkan belasan slogan hanya dalam waktu sejam, ketika duduk di meja makan.

Sampah dan masalahnya adalah keseharian saya dan tetangga saya di gang rumah. Untuk menuangkannya dalam kata, kami hanya butuh ritma yang pas. Salah satunya : Mengolah Sampah, ya Nggak Masalah

Buat saya dan suami, jargon atau slogan adalah bagian dari kampanye kerja-kerja advokasi kami di bidang kebebasan informasi untuk publik. Kami selalu antusias ketika membaca jargon yang unik dan sangat komunikatif di jalan raya, di punggung t-shirt orang lain, dan dimana saja.

Buat saya, pembuat slogan unik itu orang yang hebat. Bagaimana menyampaikan gagasan besar dengan hanya sederet kata. Bahkan banyak kampanye berhasil dikomunikasikan dengan satu atau dua kata. Luar biasa.

Semoga slogan-slogan yang berhasil dikumpulkan dari lomba ini bisa membuat orang terusik ketika membacanya. Kata-kata yang dapat menghentak kebimbangan kita, apatis melihat bencana sampah yang akan mengubur kita dalam-dalam.

http://lodegen.wordpress.com/

21 April 2008

Lomba Membuat Jingle "Taruh Sampah Jadikan Berkah"


Dengan selesai nya Lomba Slogan, maka periode ini Gerakan Hidup Bersih dan Sehat bersama Green Radio 89,2 FM menyelenggarakan Lomba Membuat Jingle yang sejalan dengan Lomba Esai Foto.
Hadiah yang disediakan bagi Pemenang Pertama Rp. 5.000.000, Pemenang Kedua Rp 4.000.000 dan Pemenang Ketiga Rp 3.000.000.Sedangkan hadiah Hiburan dibagikan untuk 5 pemenang masing-masing @ Rp 500.000
Dewan Juri terdiri dari: Nugie, Oppie Andaresta dan Trie Utami

Ketentuan Lomba Membuat Jingle adalah sbb:
1. Terbuka untuk umum , kecuali anggota Panitia Lomba dan Dewan Juri Lomba beserta keluarganya.
2. Peserta tidak dipungut biaya dan menyertakan identitas diri (nama lengkap, alamat rumah, nomor telepon/handphone) dan fotokopi KTP/Kartu Pelajar.
3. Setiap Karya Lomba harus menggunakan kata-kata sebagai berikut :
Pilihan 1: Tempat Sampah belum ketemu? kantongi aja dulu.
Pilihan 2 : Habis manis, sampah dibuang? mending didaur ulang.

4.Karya Lomba Jingle tidak lebih dari 15 detik. Harus dinyanyikan dan diiringi minimal dengan 1 (satu) alat musik. Dibuat dalam bentuk MP3. Karya Lomba Jingle dapat dikirim lewat email ke habitus_bersih@yahoo.com . CD dapat dikirim via pos atau diantar langsung ke alamat: Gerakan Hidup Bersih dan Sehat, Jl. Kramat VI No. 22 Jakarta 10430. Karya Lomba sudah harus diterima paling lambat tanggal /cap pos 5 Juni 2008 pk.24.00 WIB

5.Panitia tidak bertanggung jawab bila ada tuntutan hukum dari pihak lain atas karya foto yang dikirimkan. Peserta dapat mengirimkan sebanyak-banyaknya Karya Lomba Jingle. Panitia penyelenggara dan dewan juri tidak melayani surat-menyurat dalam kaitan dengan lomba ini. Keputusan dewan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

6. Pemenang Lomba Jingle akan diumumkan pada perayaan Hari Lingkungan Hidup dan Ulang Tahun Jakarta pada tanggal 22 Juni 2008. Tempat dan waktu akan ditentukan kemudian.

20 April 2008

Pengumuman Pemenang Lomba Slogan

Akhirnya Jumat sore 18 April 2008 panitia GHBS mengumumkan pemenang lomba slogan di acara Green Festival Aksiku Untuk Bumi di Lapangan Parkir Timur Senayan Jakarta.









Dari kiri ka kanan : Wakil dari pemenang juara pertama, Geraldine (Juara Harapan I), Amir Mahdi (Slogan Terfavorit), Sueb (Juara Harapan IV), Caroline (Juara Harapan V), Ella Syafputri (Juara Harapan IV). Pemenang lainnya berhalangan hadir karena berdomisili di luar kota.



Ketua panitya penyelenggara lomba menyerahkan piagam penghargaan, hadiah serta 'piala' yang terbuat dari bahan daur ulang diserahkan kepada perwakilan pemenang Juara Pertama: Fitrawan Umar dari Pinrang Sulawesi Selatan dengan slogannya:

TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU? KANTONGI AJA DULU!






Inilah 'piala' unik kreasi dari bapak Bintang Nugroho, seorang aktivis pemerhati lingkungan hidup yang juga salah satu juri lomba slogan. Dibuat dari rangkaian botol bekas minuman kesehatan dan kaleng minuman. Ternyata dari barang-barang yang kita anggap sampah, bisa dibuat 'buah tangan' menarik dan unik. Hanya dibutuhkan sedikit kreativitas untuk membuat sampah menjadi berkah.

STOP PRESS : INILAH SANG JUARA SLOGAN !!

Lomba Slogan telah dimulai sejak 1 Februari sampai dengan 31 Maret 2008. Sosialisasi lomba dimulai dengan konferensi pers dilanjutkan dengan email, milis dan blog serta poster. Ternyata melihat penyebarannya yang paling efektif masih melalui email, sedangkan terbanyak peserta mengirimkan karya slogan dengan SMS .

Sampai di hari penutupan telah diterima 3,500 buah slogan yang dikirimkan oleh 795 peserta. Mereka datang dari 21 kota di Indonesia bahkan ada juga peserta dari thailand malaysia . Diantaranya ada empat orang usia SD dan bahkan seorang nenek berusia 70 tahun ikut berkontribusi. Bahkan ada dua peserta tunarungu ikut menanggapi lomba slogan ini. Begitu bersemangatnya peserta sehingga mereka mengirim lebih dari satu slogan, rekor terbesar dikirim seorang peserta yaitu sebanyak 52 buah.

Akhirnya dewan yuri yang terdiri dari Arswendo Atmowiloto, Ayu Utami, Bintang Nugroho berhasil menentukan pemenangnya. SELAMAT KEPADA PARA PEMENANG, mari kita sosialisasikan dengan berbagai cara agar semakin banyak anggota masyarakat, tua-muda, berbagai kalangan yang semakin peduli dengan sampah dalam kehidupan sehari-harinya.

JUARA PERTAMA Fitrawan Umar - Pinrang Sulawesi Selatan

TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU? KANTONGI AJA DULU!

JUARA KEDUA
Agus Priyadi - Pemalang, Jawa Tengah.

Habis manis, sampah dibuang? Mending Didaur ulang.

JUARA KETIGA

Luh De Suriyani Denpasar

Mengolah Sampah, ya Nggak Masalah

JUARA HARAPAN 1

Ali Nugroho -Jakarta

Sampahku.Cermin Gaya Hidupku!

JUARA HARAPAN 2 Geraldine Maria T. S. Jakarta Pusat

Kurangi sampah, kurangi masalah.

JUARA HARAPAN 3

Ella Syafputri -Bekasi

Naik mobil mewah kok nyampah?

JUARA HARAPAN 4

Sueb B. Idi Zakariya Jakarta

Berhenti nyampah sebelum susah.

JUARA HARAPAN 5 Caroline Noviany B. W. Cirebon

Lalat aja tau tempat sampah

SLOGAN TERFAVORIT

Amir Mahdi -Jakarta

Nenek-nenek naik jerapah, dari tulodong sampai sarinah. Hari gini masih nyampah, malu dong ah!!

Liputan Acara Seminar & Workshop Fotografi 12 April 2008

Sabtu pagi ruang Audio visual SMA Kanisius sudah dipadati sekitar 120 peserta, berasal dari berbagai sekolah. Paling banyak tentu dari Kanisius sendiri (56), disusul Pangudi Luhur (15), Santa Ursula (10) ,SMA Ricci II (8), SMA Don Bosco II (8), SMA Abdi Siswa (11 siswa), SMA Gonzaga ( 5 ) dan dari SMA Theresia ( 7 siswa ).
Berhubung ruang kelas terbatas, yang datang terlambat dengan senang hati duduk di lantai diantara kursi-kursi. Peminat yang membludak ini bisa jadi karena topiknya yang menarik atau karena banyak yang dari Sanur ya? Maklum di Kanisius kan all 'male'. Pokoknya yang penting bisa ikut seminar deh.

Acara dimulai pk 10 pagi diawali dengan kata pengantar dari pak Eka Budianta yang mantan wartawan BBC dan sastrawan, beliau juga juri lomba bercerita dengan foto (Esai Foto). Beliau membahas seputar kekuatan sebuah foto terutama foto esai; membedakan dengan foto jurnalisma, foto snap shot, foto seni dan pas foto. Makalah dari pak Eka dapat dilihat di blog ini juga.Kemudian diteruskan oleh pak Eric Prasetya, dosen fotografi IKJ. Pembicara membahas lebih jauh mengenai tehnik-tehnik esasi foto, foto esai yang berbicara dan bagaimana menemukan ide, serta berbagai jenis foto esai.

Selain seminar dari para pakar, setelah rehat diteruskan dengan klinik foto yang menarik minat para peserta. Banyak yang membawa hasil karya fotonya, bahkan langsung hunting foto disekitar lokasi seminar. Acara hunting benar-benar dimanfaatkan oleh peserta untuk mencari obyek yang menarik. Bahkan peserta dengan gembira melaksanakan kegiatan ini sehingga acara yang tadinya hanya diberi waktu 15 menit , malah menjadi 30 menit. Ada sekitar 5 foto yang sempat dievaluasi oleh Bp Erik Prasetya , baik hasil hunting maupun yang sempat dibawa peserta. Beliau mengulas kelemahan dan kekuatan dari foto-foto yang diambil.Waktu yang hanya 30 meint ini sebenarnya terlalu singkat.

Pertanyaan yang disampaikan peserta masih diseputar teknik pengambilan gambar. Dijelaskan bahwa dalam fotografi setiap orang sebenarnya bisa menghasilkan foto bagus; hanya bedanya fotografer pemula mungkin hanya memiliki satu atau dua foto yang bagus, sedangkan fotografer senior mempunyai banyak koleksi foto yang bagus. Intinya setiap orang bisa menang dalam lomba kalau mengirimkan banyak karya foto yang bagus.

Bagi fotografer pemula disarankan untuk tidak ikut-ikutan mengambil gambar seperti profesional, karena akan kalah dari sisi angle dan peralatan. Contohnya : waktu peristiwa demonstrasi di Semanggi di tahun 1998, banyak media yang mengambil gambar sewaktu demontrasi berlangsung. Sebagai fotografer pemula bisa menampilkan hal berbeda, misalnya mengambil kejadian di belakang layar;misalnya saat bom molotov itu dibuat. Karena hal itu
tidak dapat diakses oleh wartawan di luar kampus tapi dapat diakses oleh mahasiswa yang berada di dalam kampus.

Pada saat seminar juga ditampilkan serangkaian foto dari waktu ke waktu tentang
perkembangan pemulihan kondisi korban bom di Kedutaan Australia. Foto itu tentang seorang anak perempuan kecil yang diambil fotonya oleh kakeknya yang berwarganegara Spanyol hanya dengan menggunakan handphone. Hasilnya justru sangat menarik, sangat natural dan indah. walau alatnya sederhana dibandingkan para fotografer profesional. Tetapi karena hubungan emosional yang dekat antara pelaku (fotografer) dan obyek foto, maka hasil foto jadi bagus sekali. Alat yang digunakan sederhana, cukup dengan kamera handphone tetapi gambar yang diambil unik. Berbeda dari gambar-gambar yang muncul di media massa, yang hanya melulu tentang kaca gedung yang hancur, atau kondisi jalan. Foto ini memberikan sesuatu rasa yang mampu menyentuh perasaan orang lain dan bersifat pribadi

Pada saat seminar juga ditampilkan puluhan foto yang menarik dan menggugah rasa, seperti anjing yang dapat menyebrang di zebra cross di Bangkok - Thailand.

Ada pertanyaan menarik dari peserta: Bagaimana rahasianya supaya bisa menang di lomba essay foto (bercerita dengan foto)?
Tip-tip yang diberikan para pembicara adalah
(1) perlunya 'benang merah' dari serangkaian foto-foto yang diambil. Misalnya ada objek yang sama yang selalu hadir pada setiap foto
(2) Memiliki tema yang merupakan pesan dari foto-foto itu sendiri
(3) Fokusnya jelas

Ada hal yang paling berkesan dari Pak Erik. Beliau menjelaskan bahwa banyak foto selalu gagal bercerita dan kata-kata selalu gagal menggambarkan. http://ratnaariani.wordpress.com/

Esai Foto dan Foto Jurnalisma (oleh Eka Budianta)

Pengantar Workshop Fotografi
Aula Kolese Kanisius, Jakarta, 12 April 2008

Kekuatan fotografi telah dimanfaatkan untuk berbagai hal, baik dengan maksud membangun maupun menghancurkan. Hal ini terjadi karena gambar punya power yang dapat mengubah perasaan, pemikiran, dan perilaku manusia. Contoh paling mudah adalah gambar porno yang dikhawatirkan bisa mengacaukan badan maupun pikiran. Baik anak-cucu maupun kakek-nenek. Tetapi, pada ekstrim lain, foto juga dapat mempengaruhi Tuhan. Bagaimana penjelasannya?

Sederhana. Foto bencana alam yang dahsyat misalnya, dapat membangkitkan peri kemanusiaan dan menumbuhkan rasa welas asih. Sebuah masyarakat yang semula garang dan tidak perduli bisa berubah menjadi pemurah dan baik hati. Tuhan yang semula jengkel pada masyarakat pendosa, bisa terharu dan berubah sayang kepada mereka. Padahal perubahan itu gara-gara sebuah foto yang sangat menyentuh.

Jadi sebuah foto dapat memperbaiki dunia, sekaligus membuat Tuhan menjadi gembira. Itulah kekuatan fotografi – The Power of Photography. Contoh lainnya banyak sekali. Ada foto bocah perempuan lari telanjang dengan latar belakang bom napalm yang sedang meledak. Foto itu membuat dunia marah dan benci pada perang Vietnam. Demikian juga foto-foto korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, rasanya susah lenyap dari ingatan manusia.

Foto meninggalkan bekas lama. Ada yang menyakitkan. Ada juga yang menggembirakan. Ada yang mengharukan, ada juga yang bikin marah dan geram. Kalau kita pandai memanfaatkan, fotografi dapat menjadi esai foto yang memperbaiki perilaku hidup kita. Lomba esai foto tentang berkah sampah diharapkan dapat menemukan foto-foto yang besar pengaruhnya.

Apakah Esai Foto?

Esai adalah pendapat yang obyektif tentang sebuah masalah. Bisa ditulis dalam bentuk karya ilmiah. Bisa juga dilaporkan dalam bentuk gambar dan film. Esai foto adalah uraian yang obyektif dan benar, dapat dipertanggung-jawabkan dalam bentuk foto. Tentu ada syarat-syarat umum yang harus dipenuhi. Pertama komunikatif. Kedua punya pesan yang jelas. Ketiga, sebisa mungkin estetis, mampu menyajikan keindahan. Sebuah esai foto yang bagus tidak hanya menyentuh hati, tapi bisa dipahami dan dipertangung-jawabkan.

Sebuah foto bermakna seribu kata. Jadi kalau ada 3 foto membentuk satu esai, maknanya tiga ribu kata. Misalnya kita ingin menampilkan esai foto tentang kemiskinan. Foto apakah yang harus ditampilkan? Anak kecil mengemis di perempatan jalan? Kaleng makanan yang kosong dan kotor? Rumah tua yang hampir rubuh? Semua bisa. Bahkan baju compang-camping dan cangkul usang dapat ditampilkan secara close-up.

Tetapi sebuah esai tentu lebih dari sekadar menampilkan fakta. Kita bisa memotret sebuah topi di atas meja. Kemudian diberi keterangan: Ini peci Bung Karno saat memproklamirkan Republik Indonesia. Tentu akan menarik bila di sebelahnya ada foto Ir. Soekarno memakai peci itu sedang menghormat merah-putih pada pagi 17 Agustus 1945. Tetapi kedua foto itu belum menjadi esai. Satu deret fakta baru menjadi esei kalau kita perkaya dengan pemikiran kita. Kisah foto peci ini akan menjadi esai kalau kita lengkapi dengan refleksi, atau pertanyaan, apakah hubungan peci dan Republik Indonesia.

Esai foto tentang sampah bisa menampilkan berbagai fakta. Ada kambing di tempat pembuangam akhir (TPA), ada kambing pasar, ada juga sate kambing. Kita menikmati produk sampah yang paling lezat kan?

Lingkungan hidup memberi peluang banyak sekali. Bisa tanah kering yang pecah-pecah menunjukkan kenarau berkepanjangan. Bisa juga banjir merendam kota yang terjadi berkat sampah juga. Kata-kata yang diselipkan ke dalam foto memungkinkan kita melengkapi hal yang tidak tergambar. Sedangkan foto menjelaskan hal yang tidak terkatakan. Misalnya senyum yang tulus, pohon yang sangat besar, dasar laut dengan berbagai isinya, sukar diuraikan dengan kata-kata. Dengan gambar yang bagus akan tampak lebih jelas.

Foto Jurnalisme

Apa bedanya foto esei, foto snap shot, foto seni, pas foto dan foto jurnalisme? Yang terakhir ini terkait langsung dengan peristiwa, atau jurnal. Foto jurnalisme merekam peristiwa yang dapat dipilih, diceritakan, karena menyangkut minat dan kepentingan banyak orang. Misalnya terkait dengan peristiwa politik, peristiwa olahraga, peristiwa budaya, atau kejadian luar biasa. Bisa bencana alam, kecelakaan, pertemuan yang jarang terjadi, dan peristiwa seremonial, ritual.

Sebuah gol di lapangan bola bisa menjadi berita besar. Fotonya akan disebarkan ke seluruh dunia. Apalagi kalau gol itu lahir dari perkumpulan sepak bola yang tidak diduga bisa mengalahkan juara dunia. Tentu, dengan catatan bidikan fotonya istimewa. Jelas, tajam dan komposisinya utuh. Tidak terpotong, tidak kabur, tidak terlalu gelap atau terlalu terang.

Foto jurnalisme yang bagus bisa menghibur, mengharukan, sangat mempesona dan menyenangkan. Sedangkan esai foto membuat kita berpikir, berpendapat, dan yang paling penting: mengubah cara pandang, bahkan peri-laku. Foto esai bisa terdiri dari foto jurnalisme, foto seni, dan pas foto biasa. Kalau kata-kata tidak mampu bicara biarlah gambar menjelaskan. Sedangkan kalau gambar dan tulisan sudah jelas, biarlah pikiran dan hati kita yang bicara.

Jurnalisme adalah isme (kepercayaan) bahwa manusia bisa bahagia kalau punya catatan harian (jurnal). Catatan harian itu bisa berupa huruf, angka, dan gambar. Foto jurnalisme memanfaatkan fotografi untuk melengkapi catatan mengenai berbagai kejadian di dalam masyarakat.

Tentu saja tidak semua hal bisa tercatat maupun terlukiskan. Kita harus memilih. Bisa hal yang paling penting, hal yang paling menentukan dan mempengaruhi jalannya hidup kita. Kalau ternyata peristiwa paling penting adalah mengangkat telpon di saat masih mengantuk, bisa saja itu menjadi peristiwa paling bersejarah, paling menentukan. Misalnya, gara-gara mengangkat telpon itu kita jadi terlibat peristiwa penculikan dan pembunuhan presiden. Atau gara-gara mengangkat telpon yang salah sambung itu kita mendapat jodoh yang sangat membahagiakan kita selamanya.

Foto jurnalisme memperkaya manusia dengan rincian detil dan tangkapan momen. Banyak hal yang terjadi sangat singkat, hanya dalam hitungan sepersekian detik. Tetapi karena tertangkap oleh lensa kamera, peristiwa yang paling super singkat pun dapat tergambar selamanya. Senyum yang hanya setengah detik pun menjadi abadi.

Tugas foto jurnalisme dalam menangkap dan mengabadikan kebenaran. Sedangkan tugas esai foto adalah membuat hati dan pikiran manusia berbicara. ***

31 Maret 2008

KABAR TERBARU

Frens,

Kabar terakhir dari panitya Lomba Slogan & Bercerita dengan Foto dengan tema "Taruh Sampah Jadikan Berkah "

1) Sampai sore ini panitya telah menerima lebih dari 3,000 slogan yang dikirim oleh > 500 peserta segala usia dan berasal dari dalam dan luar negeri. Terima kasih untuk semua rekan, kawan, saudara dan semuanya yang telah membantu sosialisasi lomba slogan ini, baik lewat email, milis, dan poster-posternya.

2) Dengan ini lomba slogan dinyatakan telah ditutup per hari ini pk 16.00.

3) Pengumuman lomba akan disampaikan dalam acara pembukaan Green Festival 18 April 2008 jam 16.15 di Parkir Timur Senayan Jakarta. Acara ini tidak dipungut bayaran. Silahkan datang dengan seluruh keluarga. Temukan juga stand Gerakan Hidup Bersih Sehat diantara stand lain yang bertema lingkungan hidup. Selain itu, pengumuman pemenang juga akan disampaikan di blog ini dan juga via milis.

4) Untuk lomba bercerita dengan foto ada berita gembira : Lomba ini akan diperpanjang sampai dengan 5 Juni 2008. Terima kasih untuk anda yang telah mengirimkan karya fotonya, masih ditunggu karya foto lainnya.

5) Bagi para pelajar dan mahasiswa penggemar foto di Jakarta, kami akan mengadakan Seminar dan Pelatihan Fotografi dengan Tema : KEKUATAN SEBUAH FOTO ESSAY Sub Tema : Lingkungan Hidup yang akan diadakan pada:

Tanggal : 12 April 2008, Sabtu pk 10.00-12.00 WIB
Tempat : SMA Kanisius Jl Menteng Raya 64 Jakarta Pusat
Pembicara : Bpk Eric Prasetya, Dosen Fotografi IKJ
Bpk Eka Budianta, Praktisi fotografi
Biaya : Tidak dipungut biaya, tempat terbatas
Pendaftaran: Bp Henrikus atau Bp Bambang telp 021 31936464 (jam kerja)

Silahkan menghadiri acara gratis ini untuk meningkatkan teknik foto dan cara menterjemahkan ide dalam Foto Essay dari pakarnya.


Atas nama panitya saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama dan kontribusi anda semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Anda telah mengambil langkah kecil tapi dengan bergandeng tangan bahkan dengan memforward email ini menjadi satu gerakan kesadaran akan kepedulian akan lingkungan kita, khususnya sampah. Kerja kita belum selesai, tetap lah bergandengan tangan dengan satu harapan, membuat tempat kita hidup ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Disertai salam,

Ratna Ariani

Koordinator Panitia Lomba

30 Januari 2008

Slogan Sampah: Apa perlunya?

Bukan rahasia lagi bahwa sampah di Jakarta dan sekitarnya masih dikelola secara tradisional, dan karena itu menimbulkan masalah yang tidak kecil. Delapan ribu ton sampah yang diproduksi penduduk Jakarta bukan perkara kecil, apalagi kalau sekitar 1300 toh di antaranya (15,3%) dibuang sembarangan, entah di jalanan, entah di kali/got. Untuk mengatasinya, tentunya bukan hanya mesin-mesin atau sistem yang baik saja yang diperlukan. Perilaku masyarakat pun harus diubah.

Jika urusan mesin, sarana-prasarana dan sistem sudah seharusnya menjadi tanggung-jawab pemerintah, Gerakan Hidup Bersih dan Sehat (GHBS), yang nota bene adalah semacam lembaga swadaya masyarakat, yang bergerak dari masyarakat untuk masyarakat, ingin ikut berperan mengatasi masalah lingkungan hidup di Jakarta pada umumnya, dan masalah sampah pada khususnya. Sasaran pokoknya adalah berpartisipasi dalam mengubah perilaku anggota masyarakat (perilaku perorarangan) yang mendukung pengelolaan sampah yang lebih modern atau lebih ’berbudaya.’

Dalam hal ini, GHBS ingin mendorong masyarakat membentuk perilaku atau kebiasaan sosial menaruh dan memilah sampah. Mengingat bahwa kebiasaan sosial membutuhkan juga perubahan kesadaran, dan juga penyediaan sarana-prasarana pembantu, serta aturan pendukung, kerja-sama dengan semua pihak amat diperlukan. Selain itu, waktu yang dibutuhkan pun tidak pendek. Supaya sungguh menjadi kebiasaan, proses yang cukup panjang harus dilalui.

Salah satu contoh kebiasaan sosial yang relatif baru di Jakarta atau juga di Indonesia adalah antre, karena memang baru akhir-akhir ini orang bisa cukup spontan antre untuk mendapatkan sesuatu, jika yang mau mendapatkan tidak sedikit. Menurut pengamatan, antre mulai serius dibentuk pada akhir tahun 1980-an atau awal 199-an, baik dengan pemaksaan dengan pagar besi (sebagai wujud dari aturan), atau dengan penyediaan sarana pembantu (misalnya nomor antrean), serta dengan slogan-slogan dalam bentuk stiker yang mengingatkan orang.

Di awal pembentukan kebiasaan sosial antre itu, slogan bertuliskan ”Bebek aja bisa ngantre!” dengan gambar tiga bebek berbaris punya peran yang tidak kecil. Stiker itu dipasang dimana-mana, di tempat umum, khususnya di tempat yang biasa menuntut antre, seperti tempat pembelian tiket bus, kereta, dan pesawat. Meski pada awalnya masih banyak pelanggaran, dan orang yang menyerobot lalu ditegur masih marah, sekarang ini antre sudah cukup spontan dilakukan orang. Yang menyerobot lalu ditegur, sudah malu. Mungkin malu pada bebek! Itulah peran slogan tadi.

Lomba slogan ’sampah’ ini pun bertujuan untuk menggugah, menggelitik dan mendorong orang untuk mau menaruh dan memilah sampah, atau setidaknya membuang sampah pada tempatnya. Karena itu, yang diharapkan adalah slogan yang tidak bombastis, melainkan slogan yang mungkin lucu, tetapi mudah diingat, serta menggelitik orang. Diharapkan, slogan ini nanti juga bisa dipasang/ditempel di tempat-tempat umum di Jakarta dan sekitarnya. Harapannya, tidak sampai sepuluh tahun, perilaku orang terkait dengan sampah tidak katro’ lagi (jika meminjam istilah Tukul Arwana).

Bercerita (tentang sampah) dengan Foto


Tukul Arwana, dengan ‘Empat Mata’-nya, telah mempopulerkan kata katro’, yang disejajarkan dengan kata kampungan atau ndeso. Sebenarnya, yang mau ditekankan oleh Tukul bukanlah asal-usul seseorang, melainkan perilaku yang tidak sesuai dengan tempat dan jaman. Mungkin saja orang buang air kecil di bawah pohon itu biasa jika itu dilakukan di hutan, tetapi tentu saja akan menjadi katro’ kalau hal itu dilakukan di bawah pohon di Jl. Sudirman, Jakarta . Masih banyak lagi contoh perilaku katro’ di Jakarta. Di jalanan, perilaku katro’ tampak ketika orang main serobot di jalan; atau juga ketika menyeberang tidak di tempatnya,

Perilaku katro’ juga jelas tampak ketika orang sembarangan membuang sampah. Jika dilihat lebih dalam, perilaku seperti itu adalah bentuk ketidak-pedulian kita, baik terhadap alam maupun terhadap orang lain. Di tengah kota besar yang lahannya yang makin terbatas dan penduduknya makin banyak, perilaku katro’ tentu akan sangat mengganggu kehidupan bersama. Tidak bisa tidak, perilaku itu harus diubah.

GHBS (Gerakan Hidup Bersih dan Sehat) mau mengajak masyarakat Jakarta mengubah perilaku katro’ terkait dengan sampah itu. Salah satu caranya adalah mengubah kesadaran. Dalam hal inilah, lomba bercerita dengan foto dilakukan. Maksudnya, dengan rangkaian foto yang dilengkapi kalimat pendek itu, orang diharapkan bisa berkaca pada perilakunya yang lama maupun mempunyai inspirasi dan wawasan tentang perilaku yang cocok, sehingga terdorong untk mengubah perilakunya.

Perilaku yang cocok dengan kehidupan modern itu diharapkan menjadi sebuah kebiasaan sosial, yaitu perilaku yang dilakukan oleh banyak orang secara spontan, seperti misalnya berjalan di sebelah kiri, buang air kecil di toilet dan antre. Dalam proses pembentukan kebiasaan sosial ini, cerita-foto itu bisa dijadikan sarana kampanye yang efektif. Karena lomba ini untuk pelajar dan mahasiswa, yang diutamakan bukanlah kualitas fotonya, melainkan kesesuaian isi foto dengan tema dan tujuan, meski kualitas juga diperhitungkan.

Persyaratan Lomba Slogan

  1. Terbuka untuk seluruh Warga Negara Indonesia, kecuali anggota Panitia Lomba dan Dewan Juri Lomba beserta keluarganya. Peserta tidak dipungut biaya.
  2. Menyebutkan identitas diri (nama lengkap, alamat rumah, nomor telepon).
  3. Setiap Karya Slogan harus mengacu kepada tema; yang mengingatkan, menggugah dan mengajak orang untuk peduli akan hidup bersih dan sehat, khususnya membuang/menaruh dan memilah sampah.
  4. Karya Slogan harus asli, orisinil, bukan jiplakan, dan belum pernah dipublikasikan atau disayembarakan. Panitia tidak bertanggung jawab bila ada tuntutan hukum dari pihak lain atas Karya Slogan yang dikirim oleh peserta lomba.
  5. Karya Slogan tidak boleh mengandung unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Panitia akan mendiskualifikasi karya yang mengandung unsur SARA.
  6. Karya Slogan menggunakan bahasa Indonesia/bahasa asing (asal dimengerti), mudah diingat, diucapkan dan komunikatif. Panjang slogan (jumlah karakter) tidak dibatasi.
  7. Penjelasan/arti/ makna/pesan yang tersirat dalam slogan akan ditanyakan pada waktu audisi.Peserta dapat mengirimkan Karya Slogan sebanyak-banyaknya (tidak terbatas).
  8. Panitia penyelenggara dan dewan juri tidak melayani surat-menyurat dalam kaitan dengan lomba ini. Info lebih lanjut kunjungi: www.berkahsampah. blogspot. com
  9. Keputusan dewan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
  10. Cara pengiriman Karya Slogan: Via pos atau diantar langsung dengan alamat: Gerakan Hidup Bersih dan Sehat, Jl. Kramat VI No. 22 Jakarta 10430. Karya Slogan dimasukan ke dalam amplop dengan tulisan LOMBA SLOGAN disudut kiri atas amplop. Via email: berkahsampah@gmail.com atau via SMS: (021) 30584439 11. Karya Slogan sudah harus diterima paling lambat 31 Maret 2008 pk.16.00 WIB

Persyaratan Lomba Foto Cerita

  1. Terbuka untuk pelajar dan mahasiswa, kecuali anggota Panitia Lomba dan Dewan Juri Lomba beserta keluarganya. Peserta tidak dipungut biaya
  2. Melampirkan identitas diri (nama lengkap, alamat rumah, nomor telepon/handphone) dan fotokopi Kartu Mahasiswa/Kartu Pelajar.
  3. Setiap Karya Lomba harus mengacu kepada tema; yang mengingatkan, menggugah dan mengajak orang untuk peduli akan hidup bersih dan sehat, khususnya membuang/menaruh dan memilah sampah.
  4. Karya Lomba terdiri dari 2-4 rangkaian foto ukuran 4R, ditempel di atas kertas A3, diberi judul dan cerita yang tidak melebihi 25 kata.
  5. Olah digital hanya diperbolehkan pada proses croping, brightness, contrass & mode color.
  6. Karya Lomba harus merupakan karya sendiri dan belum pernah menang dalam lomba foto apapun. Untuk calon pemenang akan dikonfirmasi keaslian karyanya dengan menunjukkan file digital asli atau negative film. Panitia tidak bertanggung jawab bila ada tuntutan hukum dari pihak lain atas karya foto yang dikirimkan.
  7. Peserta dapat mengirimkan sebanyak-banyaknya Karya Lomba Bercerita dengan Foto.
  8. Panitia penyelenggara dan dewan juri tidak melayani surat-menyurat dalam kaitan dengan lomba ini. Info lebih lanjut kunjungi: www.berkahsampah. blogspot. com
  9. Keputusan dewan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
  10. Cara pengiriman Karya Lomba Bercerita dengan Foto: Via pos atau diantar langsung ke alamat: Gerakan Hidup Bersih dan Sehat, Jl. Kramat VI No. 22 Jakarta 10430. Karya Lomba dimasukan ke dalam amplop dengan tulisan LOMBA FOTO disudut kiri atas amplop.
  11. Karya Lomba sudah harus diterima paling lambat 31 Maret 2008 pk.16.00 WIB

26 Januari 2008

HABITUS (?) NYAMPAH: Sebuah Refleksi [4] habis

Parameter Kemajuan Sosial

Jika dipahami bahwa dunia ini makin terbatas, dalam dimensi ruang maupun waktunya, tentulah habitus, sebagai sikap dan perilaku sosial, yang sesuai dengan keterbatasan itu menjadi sebuah keniscayaan. Tanpa habitus, yang ada adalah kekacauan. Kesemrawutan dan kemacetan lalu-lintas di Jakarta adalah salah satu cermin yang mencolok. Demikian pula dalam pembentukan habitus yang berkaitan dengan sampah: menaruh dan memilahnya dengan tepat.

Dapatlah dikatakan bahwa lahirnya habitus baru seharusnya seiring dengan perkembangan jaman. Itu pun berarti bahwa lahirnya habitus yang sesuai jaman, tidak katro’, adalah salah satu tolok ukur kemajuan sosial dari sebuah masyarakat. Dalam kaitan dengan sampah, ukuran ini lebih mendapatkan pendasarannya. Seperti dikatakan di atas, sampah adalah salah satu persoalan fundamental manusia. Tiadanya sikap, perilaku dan manajemen yang ‘modern’ terhadap sampah, mencerminkan sikap dan pandangan masyarakat itu terhadap hidup masing-masing individu dan terhadap hidup bersama. Jika perkara sampah yang sangat sederhana dan sehari-hari saja orang masih katro’, sulit dibayangkan bagaimana bidang kehidupan lain dalam kehidupan sosial bisa tertata dengan baik.

Dari paparan di atas pun cukup jelas bahwa lahirnya habitus adalah sebuah proyek bersama. Karena itu pula, tak berlebihanlah kalau dikatakan bahwa habitus adalah parameter kemajuan hidup bersama Seluruh poros kehidupan sosial masyarakat terlibat di dalamnya.. Pembentukan habitus, yang lebih bersifat evolutif daripada revolutif, memang akan dijalankan pertama-tama oleh masyarakat warga, tetapi jelas bukan hanya tanggung-jawab pada tokoh agama, misalnya, karena habitus bukan sekedar kesadaran. Kesadaran penting, tetapi harus didukung oleh pendekatan yang lebih bersifat struktural dan juga ‘ekonomis.’ Tanpa pihak pemerintah (poros negara) membuat aturan atau hukum dan juga tegas menjalankannya, habitus akan sangat sulit terlahir. Demikian pun, para pemilik modal (poros pasar), perlu ikut berperan aktif, baik dengan menyediakan sarana-prasarana maupun dengan lebih mengatur ‘produk’ sampahnya.

Akhirnya, dari paparan di atas pula, apa yang bisa dijawab atas pertanyaan di awal tulisan ini: mengapa perilaku orang dalam kaitan dengan sampah bisa berbeda-beda? Jika berpijak pada kesimpulan bahwa individu manusia pada dasarnya adalah egosentris, malas, tidak mau repot dan pelupa, faktor struktur kehidupan sosial yang dibuat untuk melengkapi kekurangan manusia itu menjadi sangat menentukan. Dengan kata lain, jika bercermin dari masih katro’-nya sikap dan perilaku kita terhadap sampah, tiadanya struktur yang mendukung lahirnya habitus yang baik dalam kaitan dengan sampah bisa dipersalahkan. Ujung-ujungnya, kita memang bisa menunjukkan telunjuk pada kurangnya visi kepemimpinan dalam masyarakat. Meski begitu, karena habitus adalah perilaku individu, setiap warga masyarakat pun tidak luput dari tanggung-jawab. Tanpa keterlibatan semua pihak, yang dipandu oleh pemimpin yang visioner, bangsa ini akan tetap menjadi bangsa katro’! ***

*) Penulis adalah staf pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta dan penggiat Gerakan Hidup Bersih dan Sehat (yang sedang berfokus pada kepedulian terhadap sampah) di Jakarta.

HABITUS (?) NYAMPAH: Sebuah Refleksi [3]

Arti Penting Rekayasa Sosial

Dari uraian di atas, makin jelas bahwa kebiasaan katro’ atau kebiasaan negatif tidak bisa dikategorikan sebagai habitus. Jika kita perhatikan, habitus senantiasa mengandung dimensi sosial atau kebersamaan hidup yang kental. Dalam kasus kebiasaan katro’, hal itu tidak tampak, atau malah sebaliknya. Jika nyampah dijadikan contoh, meski hal ini dilakukan oleh banyak orang, motivasi yang mendasarinya adalah kepentingan diri, bukan kepentingan bersama. Pun, secara implisit dikatakan bahwa habitus dibentuk dengan pembelajaran yang lama. Dalam hal ini, kebiasaan nyampah tidak memerlukan pembelajaran yang lama. Spontanitas manusia adalah spontanitas tidak mau repot. Sementara itu, habitus pada awalnya dijalankan dengan keterpaksaan dan pengorbanan.

Persis di sinilah perubahan sosial yang akan berujung pada pembentukan habitus memerlukan sebuah rekayasa sosial. Ketiga kelemahan dasar manusia yang telah disebut di atas menjadi alasan mendasar dari pentingnya rekayasa sosial ini. Dengan kata lain, rekayasa sosial adalah keniscayaan, adalah conditio sine qua non. Dalam hal ini, rekayasa sosial tidak harus berarti negatif. Rekayasa sosial yang hampir selalu bersifat struktural adalah sarana bantu manusia untuk mengisi kekurangannya. Lembaga persekolahan, sebagai contoh, adalah sebuah rekayasa sosial, supaya orang mau (meski mula-mula terpaksa) untuk belajar. Pada dasarnya manusia itu malas. Hanya sedikit sekali yang bisa otodidak. Kelemahan dasar manusia itulah yang mau ’ditutup’ atau dilengkapi oleh struktur.

Dalam kasus nyampah, dari uraian di atas menjadi jelas bahwa tulisan-tulisan peringatan atau himbauan untuk tidak membuang sampah sembarangan tidaklah mencukupi untuk mengubah perilaku atau kebiasaan negatif itu. Tulisan peringatan hanya bersentuhan dengan satu sisi kelemahan manusia: pelupa. Masih ada dua lubang kelemahan lain, yaitu ego-sentrisme dan kemalasan. Berkaitan dengan ego-sentrisme, suatu bentuk pemaksaan, baik melalui struktur yang kelihatan (satpam/polisi, aparat kebersihan, dll.) maupun yang tak kelihatan (hukum/aturan), menjadi sarana formatif agar orang meminimalkan sifat ego-sentrismenya.[1) Kemudian, berkaitan dengan kemalasan, penciptaan sarana dan prasarana penunjang menjadi penting. Disediakannya tempat-tempat sampah yang lebih banyak jelas akan mengurangi kerepotan orang. Orang akan lebih mudah mengatasi kemalasannya. Selain itu, dalam prinsip Pavlov, metode ’stick’ ini pun bisa dilengkapi dengan metode ’carrot.’ Insentif yang diberikan pada orang-orang yang mampu melakukan habitus baru dari orang lain atau dari pemerintah tentu akan memperlancar pembentukan habitus itu.

Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah struktur yang ada tidak mencukupi bagi lahirnya habitus-habitus yang lebih memperlancar hidup bersama? Disini pulalah salah satu masalahnya. Struktur memang ada. Tanpa struktur masyarakat hidup dalam anarkhi. Hanya saja, tampaknya struktur itu lebih banyak berpihak pada kepentingan sebagian anggota masyarakat saja. Dengan kata lain, sebagian masyarakat lain, lebih-lebih orang kebanyakan dan orang kecil, tidak cukup tersapa oleh struktur yang ada. Mereka yang di-cuèk-i oleh struktur, sehingga mereka pun tak jarang menjadi cenderung cuèk terhadap orang lain atau kepentingan bersama. Selain itu, yang juga kerap terjadi adalah bahwa struktur tidak cukup mudah mengakomodasi inisiatif warga. Tak jarang pula inisiatif warga tergilas oleh struktur yang dipegang secara kaku oleh para birokrat. Bisa dipahami kalau kemudian terjadi yang namanya cuèk-isme sosial!

-----------

Catatan kaki:

1) Dalam hal ini, paham hukum sebagai sarana rekayasa sosial (a tool of social engineering), suatu konsep yang sering dilekatkan pada pemikir bernama Roscoe Pound, bisa dipahami, dengan catatan bahwa kata ‘rekayasa’ harus dimengerti dalam arti yang positif, atau setidaknya netral. Bias pemahaman yang cenderung negatif karena pengalaman di masa lalu tentu tetap perlu diperhatikan.