28 April 2008

Buat Karya = Buat Solusi (Fitrawan Umar - Pinrang SulSel - Juara Pertama)


Ketika diminta menuliskan proses kreatif pembuatan slogan, saya merasa ada sesuatu yang membesarkan kepala saya. Seolah-olah saya ini adalah J.K.Rowling yang disuruh menuliskan proses kreatifnya menyusun novel Harry Potter. Mungkin juga Andrea Hirata dengan Laskar Pelangi nya. Bahkan Habiburrahman dengan Ayat-Ayat Cinta-nya.

Proses kreatif?

Slogan yang saya tulis, jika dirunut jauh ke belakang, sebenarnya berawal dari status saya sebagai mahasiswa prodi pengembangan wilayah dan kota di Unhas.
Di kampus, mahasiswa program tersebut disajikan banyak materi tentang lingkungan. Kami benar-benar ditempa untuk peduli terhadap lingkungan. Ya, wajarlah sebagai calon perencana, kami harus sejak dini peka terhadap isu-isu lingkungan. Kalau tidak, lingkungan itu yang balik menyerang kita.

Semenjak itu, saya pun perlahan mengubah gaya hidup saya. Minimal yang saya lakukan adalah tidak membuang sampah sembarangan. Bagaimana tidak, saya berpikir mana mungkin nanti saya bisa mengembangkan kota yang bersih dan teratur kalau saya sendiri yang membuang sampah sembarangan? Begitulah seterusnya hingga saya mulai terbiasa. Tapi, terkadang kesungguhan untuk membuang sampah di tempatnya itu masih susah di Indonesia. Masalahnya karena tempat sampah yang disediakan masih terlalu sedikit dibanding jumlah masyarakat yang aktif membuang sampah. Mungkin ada niat untuk buang sampah di tempatnya, tapi kalau tempat sampahnya tidak tersedia? Mana bisa.

Alternatif lain untuk membuang sampah di tempatnya ialah saya mencoba untuk selalu mengantongi sampah di kantong celana atau baju. Kemudian jika tempat sampahnya sudah ketemu, baru saya buang. Jadi, terkadang kalau saya ingin merapikan pakaian, masih saja terdapat bungkusan makanan atau minuman di kantong celana dan baju.. Itu karena seringkali saya lupa membuangnya. He..he…


Akhirnya, suatu hari, saya membaca surat kabar nasional bahwa diadakan lomba slogan oleh Gerakan Hidup Bersih dan Sehat. Entah kenapa saya menggebu-gebu untuk mengikuti lomba itu. Saya anggap lomba itu dapat dijadikan media kampanye kepada masyarakat untuk peduli terhadap sampah. Saya merasa terpanggil untuk itu.


Kemudian, hampir tiap malam, saya meramu ide-ide dari berbagai bahan yang diperoleh dari pengalaman hidup di siang hari. Merangkai kata satu per satu. Seringkali mata saya merajalela memandangi lingkungan sekitar untuk memetik satu ide.
Tiap mendapatkan ide, saya langsung mencatatnya di kertas catatan ataupun di HP. Begitulah seterusnya hingga satu per satu slogan saya selesai. Dan akhirnya mencapai 30 slogan.

Slogan yang terpilih sebagai pemenang pertama, itu berangkat dari sebuah keresahan pribadi. Sebagaimana yang sudah saya ceritakan di atas bahwa terkadang saya mengalami kendala ketika berniat membuang sampah di tempatnya. Saya yakin itu juga merupakan kendala bagi masyarakat Indonesia sekarang. Mau buang sampah tapi tempatnya tidak ada. Bagaimana caranya?

Akhirnya, setelah jawabannya saya dapatkan, jawaban itu kemudian saya ungkapkan melalui slogan. “TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU?, KANTONGI AJA DULU”. Cerdas kan? Jadi, ide kreatif juga sebenarnya bisa diperoleh dari sebuah masalah. Ketika kita ditimpa sebuah masalah, maka ketika itu kreativitas akan muncul. Sekali lagi, buat teman-teman yang ingin mengikuti lomba selanjutnya, perhatikanlah permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Kemudian pecahkan melalui karya kita. Yakin karya itu akan menjadi sesuatu yang ’wah’.

Kalau ditanya apa yang berubah dari keseharian saya selama dalam proses mengikuti lomba itu. Mungkin, waktu mengkhayal saya yang semakin bertambah. Meskipun kurang tepat, terkadang inspirasi itba-tiba muncul akibat sebuah khayalan yang telah berkeliaran ke mana-mana. Tekadang yang ada di pikiran saya hanya slogan dan slogan.

Dan yang lebih penting, semangat saya untuk peduli terhadap lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan semakin menguat. Tentunya saya mempunyai beban moral untuk melaksanakan apa yang telah saya tulis pada slogan-slogan itu. Adalah sebuah pengkhianatan jika saya yang mengampanyekan peduli sampah sedangkan saya sendiri masih membuang sampah sembarangan. Yup, buat teman-teman anda juga harus konsisten dengan kata-kata maupun foto-foto anda nantinya…….

Kemudian, tanggal 18 April 2008, slogan saya akhirnya dinobatkan sebagai pemenang pertama mengalahkan ribuan slogan yang masuk. Sungguh menjadi sebuah kebanggaan bagi saya. Mengetahui hal itu, apalagi yang dilakukan teman-teman selain meminta untuk ditraktir. Ya…tidak apa-apalah. Yang jelas semuanya juga harus peduli terhadap sampah.

24 April 2008

PENGALAMAN YANG TAK TERBAYANGKAN (Ali Nugroho - Jakarta, Juara Harapan I)

Lomba slogan, sesuatu yang belum pernah terpikir akan saya ikuti. Secara spontan terlintas begitu saja saat seorang kawan memberitahu adanya lomba slogan. Dan kebetulan sangat berkaitan dengan minat saya sejak kuliah pada permasalahan lingkungan hidup. Sewaktu kuliah saya aktif dalam aktivitas luar ruangan bersama organisasi Mapala kampus. Bahkan skripsi saya dulu mengambil spesialisasi Hukum Perdata Lingkungan.

Ketertarikan saya untuk berpartisipasi pada lomba slogan tidak semata karena hadiah, meskipun hadiah uang dapat dikatakan cukup besar untuk lomba slogan. Namun lebih dari itu, saya melihat adanya upaya yang sangat sederhana namun cukup mengena dalam hal meningkatkan awareness masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah. Barangkali setiap orang tidak akan pernah lupa, bahwa pelajaran peduli lingkungan yang selalu ditanamkan sejak dini dari dulu adalah ”jangan membuang sampah sembarangan”, ”buanglah sampah pada tempatnya”, atau ”kebersihan sebagian dari iman”. Tapi apakah ungkapan-ungkapan seperti tersebut sudah diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari??tentunya hanya diri kita masing-masing yang tahu jawabannya.

Usaha sederhana untuk hasil yang nyata, barangkali ini bisa dijadikan ungkapan yang tepat untuk menggambarkan alasan saya ambil bagian dalam lomba slogan. Meski saya bukan orang yang ”sangat” memperhatikan masalah sampah, dan kadang-kadang khilaf masih saya lakukan dengan tak mempedulikan sampah disekitar, namun saya berharap melalui dengan slogan dapat memberikan kontribusi pada masalah penanganan sampah. Dan harapan saya tentunya slogan tak hanya sekedar kata-kata pemanis di area publik misalnya, namun dapat menjadi hal yang menarik buat orang-orang termasuk saya sendiri untuk lebih memperhatikan masalah sampah. Saya tidak memungkiri, bahwa hadiah yang disediakan cukup menarik, meski untuk itu saya benar-benar nothing to lose, bahkan saya sendiri sempat lupa bahwa saya jadi partisipan dalam lomba slogan.

Proses dalam penciptaan slogan juga bukan sesuatu yang istimewa. Sampahku...Cermin Gaya Hidupku!, saya pilih sebagai slogan karena alasan sederhana. Saya memandang bahwa perlakuan seseorang terhadap sampah dapat mencerminkan gaya hidup seseorang. Kepedulian seseorang pada sampah yang ada di lingkungannya, sangat mencitrakan kepribadian orang tersebut. Orang yang perhatian dengan mengelola sampah yang ada disekitarnya, (meskipun tidak mutlak) dapat digambarkan bahwa dia adalah pribadi yang peduli dengan lingkungan hidupnya secara umum. Terangkainya kata-kata di atas menjadi slogan timbul secara spontan, bukan sesuatu yang dihasilkan dari riset, study atau setidaknya perenungan. Saya hanya mencari kata-kata sederhana yang mudah diingat namun mampu membangkitkan kepedulian pembacanya.

Memperhatikan perilaku masyarakat saat ini, (saya juga termasuk didalamnya) menjadi sesuatu yang begitu miris. Saat ini bukan hal yang sulit menemukan kata-kata ”Stop Global Warming”, ”Save Our Earth” atau banyak lagi ungkapan yang bertujuan memicu kepedulian masyarakat terhadap kondisi lingkungan hidup yang makin memprihatinkan. Namun, dalam kenyataannya masih banyak hal-hal yang tentunya lebih bijak kalau dilakukan secara nyata dalam upaya menyelamatkan nasib bumi. Meskipun terkesan bombastis, namun untuk sesuatu yang baik saya beranggapan kita butuh obsesi yang tinggi. Tentunya untuk mewujudkan obsesi yang terkesan bombastis tadi, kita dapat melakukannya dengan aksi-aksi sederhana diantaranya dengan pengelolaan sampah yang baik, pemanfaatan sampah yang dapat didaur ulang, dan mengurangi pemakaian kebutuhan yang berpotensi menambah kuantitas maupun kualitas sampah yang tidak dapat didaur ulang.

Saya ingin menyampaikan pesan singkat dengan slogan saya di atas, bahwa kita patut menjadikan sampah sebagai cerminan gaya hidup. Perlakuan yang baik terhadap sampah akan mencerminkan gaya hidup dan kepribadian kita sebagai pribadi-pribadi yang peduli nasib dan kelangsungan alam sekitar. Setelah terlibat dalam proses kreatif penciptaan slogan, saya merasa perlu untuk secara pribadi mawas diri bahwa saya bukan orang yang dengan baik juga memperhatikan sampah. Namun saya berkeinginan lomba slogan dan peringatan Hari Bumi 22 April lalu, dapat menjadi momentum bagi berbagai pihak yang peduli pada kelangsungan hidup lingkungannya untuk semakin meningkatkan upaya-upaya nyata dalam melestarikan lingkungan sebagai faktor utama pendukung kelangsungan hidup manusia.

Setelah saya tahu bahwa slogan yang saya kirimkan menjadi nominasi pemenang, rasa bertanggungjawab menjadi hal yang sangat terasa dan saya berharap untuk tidak terbebani. Tidak banyak orang yang tahu tentang slogan yang saya kirimkan, namun saya ingin nantinya ada manfaat nyata dari slogan yang masuk nominasi tersebut. Tak lupa saya juga mengucapkan selamat kepada pemenang pertama, kedua, ketiga serta para nominator yang lain. Semoga usaha kita semua tidak akan sia-sia.

Selamat Hari Bumi 22 April 2008.

Ali Nugroho
Jakarta, 23 April 2008

Slogan itu Seperti Ilmu Psikologi (oleh Luh De Suriyani - Denpasar - Juara III)

Saya paling suka melihat tulisan di sticker, t-shirt yang dipakai orang, atau teks-teks kampanye produk. Ini seperti pelajaran berkomunikasi, memahami kebutuhan orang, atau membujuk orang tersenyum melihat kekurangan dirinya dari sebuah kalimat.

Ketika seorang teman di milis share lomba slogan ini, saya langsung mengcopy-nya. Saya pikir ini lomba paling asyik dan paling mudah. Apalagi hadiahnya lumayan banget dan murah hati juga, karena memberikan banyak tempat untuk pemenang.

Yang lebih penting lagi, temanya. Ini sih, tema yang bagi saya sangat familiar. Karena baru saja saya membuat lomba menulis cara mengolah sampah untuk anak-anak di gang rumah saya. Bahkan, saya dan anak-anak juga paling sibuk nyari judul yang lucu untuk artikel-artikel mereka.

Sampai di rumah, saya beri tahu suami. Suami saya paling suka utak-atik kata. Kata-kata yang berirama paling dia suka. Dia sih nggak terlalu semangat untuk ikut serta lomba. Kami berhasil mengumpulkan belasan slogan hanya dalam waktu sejam, ketika duduk di meja makan.

Sampah dan masalahnya adalah keseharian saya dan tetangga saya di gang rumah. Untuk menuangkannya dalam kata, kami hanya butuh ritma yang pas. Salah satunya : Mengolah Sampah, ya Nggak Masalah

Buat saya dan suami, jargon atau slogan adalah bagian dari kampanye kerja-kerja advokasi kami di bidang kebebasan informasi untuk publik. Kami selalu antusias ketika membaca jargon yang unik dan sangat komunikatif di jalan raya, di punggung t-shirt orang lain, dan dimana saja.

Buat saya, pembuat slogan unik itu orang yang hebat. Bagaimana menyampaikan gagasan besar dengan hanya sederet kata. Bahkan banyak kampanye berhasil dikomunikasikan dengan satu atau dua kata. Luar biasa.

Semoga slogan-slogan yang berhasil dikumpulkan dari lomba ini bisa membuat orang terusik ketika membacanya. Kata-kata yang dapat menghentak kebimbangan kita, apatis melihat bencana sampah yang akan mengubur kita dalam-dalam.

http://lodegen.wordpress.com/

21 April 2008

Lomba Membuat Jingle "Taruh Sampah Jadikan Berkah"


Dengan selesai nya Lomba Slogan, maka periode ini Gerakan Hidup Bersih dan Sehat bersama Green Radio 89,2 FM menyelenggarakan Lomba Membuat Jingle yang sejalan dengan Lomba Esai Foto.
Hadiah yang disediakan bagi Pemenang Pertama Rp. 5.000.000, Pemenang Kedua Rp 4.000.000 dan Pemenang Ketiga Rp 3.000.000.Sedangkan hadiah Hiburan dibagikan untuk 5 pemenang masing-masing @ Rp 500.000
Dewan Juri terdiri dari: Nugie, Oppie Andaresta dan Trie Utami

Ketentuan Lomba Membuat Jingle adalah sbb:
1. Terbuka untuk umum , kecuali anggota Panitia Lomba dan Dewan Juri Lomba beserta keluarganya.
2. Peserta tidak dipungut biaya dan menyertakan identitas diri (nama lengkap, alamat rumah, nomor telepon/handphone) dan fotokopi KTP/Kartu Pelajar.
3. Setiap Karya Lomba harus menggunakan kata-kata sebagai berikut :
Pilihan 1: Tempat Sampah belum ketemu? kantongi aja dulu.
Pilihan 2 : Habis manis, sampah dibuang? mending didaur ulang.

4.Karya Lomba Jingle tidak lebih dari 15 detik. Harus dinyanyikan dan diiringi minimal dengan 1 (satu) alat musik. Dibuat dalam bentuk MP3. Karya Lomba Jingle dapat dikirim lewat email ke habitus_bersih@yahoo.com . CD dapat dikirim via pos atau diantar langsung ke alamat: Gerakan Hidup Bersih dan Sehat, Jl. Kramat VI No. 22 Jakarta 10430. Karya Lomba sudah harus diterima paling lambat tanggal /cap pos 5 Juni 2008 pk.24.00 WIB

5.Panitia tidak bertanggung jawab bila ada tuntutan hukum dari pihak lain atas karya foto yang dikirimkan. Peserta dapat mengirimkan sebanyak-banyaknya Karya Lomba Jingle. Panitia penyelenggara dan dewan juri tidak melayani surat-menyurat dalam kaitan dengan lomba ini. Keputusan dewan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

6. Pemenang Lomba Jingle akan diumumkan pada perayaan Hari Lingkungan Hidup dan Ulang Tahun Jakarta pada tanggal 22 Juni 2008. Tempat dan waktu akan ditentukan kemudian.

20 April 2008

Pengumuman Pemenang Lomba Slogan

Akhirnya Jumat sore 18 April 2008 panitia GHBS mengumumkan pemenang lomba slogan di acara Green Festival Aksiku Untuk Bumi di Lapangan Parkir Timur Senayan Jakarta.









Dari kiri ka kanan : Wakil dari pemenang juara pertama, Geraldine (Juara Harapan I), Amir Mahdi (Slogan Terfavorit), Sueb (Juara Harapan IV), Caroline (Juara Harapan V), Ella Syafputri (Juara Harapan IV). Pemenang lainnya berhalangan hadir karena berdomisili di luar kota.



Ketua panitya penyelenggara lomba menyerahkan piagam penghargaan, hadiah serta 'piala' yang terbuat dari bahan daur ulang diserahkan kepada perwakilan pemenang Juara Pertama: Fitrawan Umar dari Pinrang Sulawesi Selatan dengan slogannya:

TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU? KANTONGI AJA DULU!






Inilah 'piala' unik kreasi dari bapak Bintang Nugroho, seorang aktivis pemerhati lingkungan hidup yang juga salah satu juri lomba slogan. Dibuat dari rangkaian botol bekas minuman kesehatan dan kaleng minuman. Ternyata dari barang-barang yang kita anggap sampah, bisa dibuat 'buah tangan' menarik dan unik. Hanya dibutuhkan sedikit kreativitas untuk membuat sampah menjadi berkah.

STOP PRESS : INILAH SANG JUARA SLOGAN !!

Lomba Slogan telah dimulai sejak 1 Februari sampai dengan 31 Maret 2008. Sosialisasi lomba dimulai dengan konferensi pers dilanjutkan dengan email, milis dan blog serta poster. Ternyata melihat penyebarannya yang paling efektif masih melalui email, sedangkan terbanyak peserta mengirimkan karya slogan dengan SMS .

Sampai di hari penutupan telah diterima 3,500 buah slogan yang dikirimkan oleh 795 peserta. Mereka datang dari 21 kota di Indonesia bahkan ada juga peserta dari thailand malaysia . Diantaranya ada empat orang usia SD dan bahkan seorang nenek berusia 70 tahun ikut berkontribusi. Bahkan ada dua peserta tunarungu ikut menanggapi lomba slogan ini. Begitu bersemangatnya peserta sehingga mereka mengirim lebih dari satu slogan, rekor terbesar dikirim seorang peserta yaitu sebanyak 52 buah.

Akhirnya dewan yuri yang terdiri dari Arswendo Atmowiloto, Ayu Utami, Bintang Nugroho berhasil menentukan pemenangnya. SELAMAT KEPADA PARA PEMENANG, mari kita sosialisasikan dengan berbagai cara agar semakin banyak anggota masyarakat, tua-muda, berbagai kalangan yang semakin peduli dengan sampah dalam kehidupan sehari-harinya.

JUARA PERTAMA Fitrawan Umar - Pinrang Sulawesi Selatan

TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU? KANTONGI AJA DULU!

JUARA KEDUA
Agus Priyadi - Pemalang, Jawa Tengah.

Habis manis, sampah dibuang? Mending Didaur ulang.

JUARA KETIGA

Luh De Suriyani Denpasar

Mengolah Sampah, ya Nggak Masalah

JUARA HARAPAN 1

Ali Nugroho -Jakarta

Sampahku.Cermin Gaya Hidupku!

JUARA HARAPAN 2 Geraldine Maria T. S. Jakarta Pusat

Kurangi sampah, kurangi masalah.

JUARA HARAPAN 3

Ella Syafputri -Bekasi

Naik mobil mewah kok nyampah?

JUARA HARAPAN 4

Sueb B. Idi Zakariya Jakarta

Berhenti nyampah sebelum susah.

JUARA HARAPAN 5 Caroline Noviany B. W. Cirebon

Lalat aja tau tempat sampah

SLOGAN TERFAVORIT

Amir Mahdi -Jakarta

Nenek-nenek naik jerapah, dari tulodong sampai sarinah. Hari gini masih nyampah, malu dong ah!!

Liputan Acara Seminar & Workshop Fotografi 12 April 2008

Sabtu pagi ruang Audio visual SMA Kanisius sudah dipadati sekitar 120 peserta, berasal dari berbagai sekolah. Paling banyak tentu dari Kanisius sendiri (56), disusul Pangudi Luhur (15), Santa Ursula (10) ,SMA Ricci II (8), SMA Don Bosco II (8), SMA Abdi Siswa (11 siswa), SMA Gonzaga ( 5 ) dan dari SMA Theresia ( 7 siswa ).
Berhubung ruang kelas terbatas, yang datang terlambat dengan senang hati duduk di lantai diantara kursi-kursi. Peminat yang membludak ini bisa jadi karena topiknya yang menarik atau karena banyak yang dari Sanur ya? Maklum di Kanisius kan all 'male'. Pokoknya yang penting bisa ikut seminar deh.

Acara dimulai pk 10 pagi diawali dengan kata pengantar dari pak Eka Budianta yang mantan wartawan BBC dan sastrawan, beliau juga juri lomba bercerita dengan foto (Esai Foto). Beliau membahas seputar kekuatan sebuah foto terutama foto esai; membedakan dengan foto jurnalisma, foto snap shot, foto seni dan pas foto. Makalah dari pak Eka dapat dilihat di blog ini juga.Kemudian diteruskan oleh pak Eric Prasetya, dosen fotografi IKJ. Pembicara membahas lebih jauh mengenai tehnik-tehnik esasi foto, foto esai yang berbicara dan bagaimana menemukan ide, serta berbagai jenis foto esai.

Selain seminar dari para pakar, setelah rehat diteruskan dengan klinik foto yang menarik minat para peserta. Banyak yang membawa hasil karya fotonya, bahkan langsung hunting foto disekitar lokasi seminar. Acara hunting benar-benar dimanfaatkan oleh peserta untuk mencari obyek yang menarik. Bahkan peserta dengan gembira melaksanakan kegiatan ini sehingga acara yang tadinya hanya diberi waktu 15 menit , malah menjadi 30 menit. Ada sekitar 5 foto yang sempat dievaluasi oleh Bp Erik Prasetya , baik hasil hunting maupun yang sempat dibawa peserta. Beliau mengulas kelemahan dan kekuatan dari foto-foto yang diambil.Waktu yang hanya 30 meint ini sebenarnya terlalu singkat.

Pertanyaan yang disampaikan peserta masih diseputar teknik pengambilan gambar. Dijelaskan bahwa dalam fotografi setiap orang sebenarnya bisa menghasilkan foto bagus; hanya bedanya fotografer pemula mungkin hanya memiliki satu atau dua foto yang bagus, sedangkan fotografer senior mempunyai banyak koleksi foto yang bagus. Intinya setiap orang bisa menang dalam lomba kalau mengirimkan banyak karya foto yang bagus.

Bagi fotografer pemula disarankan untuk tidak ikut-ikutan mengambil gambar seperti profesional, karena akan kalah dari sisi angle dan peralatan. Contohnya : waktu peristiwa demonstrasi di Semanggi di tahun 1998, banyak media yang mengambil gambar sewaktu demontrasi berlangsung. Sebagai fotografer pemula bisa menampilkan hal berbeda, misalnya mengambil kejadian di belakang layar;misalnya saat bom molotov itu dibuat. Karena hal itu
tidak dapat diakses oleh wartawan di luar kampus tapi dapat diakses oleh mahasiswa yang berada di dalam kampus.

Pada saat seminar juga ditampilkan serangkaian foto dari waktu ke waktu tentang
perkembangan pemulihan kondisi korban bom di Kedutaan Australia. Foto itu tentang seorang anak perempuan kecil yang diambil fotonya oleh kakeknya yang berwarganegara Spanyol hanya dengan menggunakan handphone. Hasilnya justru sangat menarik, sangat natural dan indah. walau alatnya sederhana dibandingkan para fotografer profesional. Tetapi karena hubungan emosional yang dekat antara pelaku (fotografer) dan obyek foto, maka hasil foto jadi bagus sekali. Alat yang digunakan sederhana, cukup dengan kamera handphone tetapi gambar yang diambil unik. Berbeda dari gambar-gambar yang muncul di media massa, yang hanya melulu tentang kaca gedung yang hancur, atau kondisi jalan. Foto ini memberikan sesuatu rasa yang mampu menyentuh perasaan orang lain dan bersifat pribadi

Pada saat seminar juga ditampilkan puluhan foto yang menarik dan menggugah rasa, seperti anjing yang dapat menyebrang di zebra cross di Bangkok - Thailand.

Ada pertanyaan menarik dari peserta: Bagaimana rahasianya supaya bisa menang di lomba essay foto (bercerita dengan foto)?
Tip-tip yang diberikan para pembicara adalah
(1) perlunya 'benang merah' dari serangkaian foto-foto yang diambil. Misalnya ada objek yang sama yang selalu hadir pada setiap foto
(2) Memiliki tema yang merupakan pesan dari foto-foto itu sendiri
(3) Fokusnya jelas

Ada hal yang paling berkesan dari Pak Erik. Beliau menjelaskan bahwa banyak foto selalu gagal bercerita dan kata-kata selalu gagal menggambarkan. http://ratnaariani.wordpress.com/

Esai Foto dan Foto Jurnalisma (oleh Eka Budianta)

Pengantar Workshop Fotografi
Aula Kolese Kanisius, Jakarta, 12 April 2008

Kekuatan fotografi telah dimanfaatkan untuk berbagai hal, baik dengan maksud membangun maupun menghancurkan. Hal ini terjadi karena gambar punya power yang dapat mengubah perasaan, pemikiran, dan perilaku manusia. Contoh paling mudah adalah gambar porno yang dikhawatirkan bisa mengacaukan badan maupun pikiran. Baik anak-cucu maupun kakek-nenek. Tetapi, pada ekstrim lain, foto juga dapat mempengaruhi Tuhan. Bagaimana penjelasannya?

Sederhana. Foto bencana alam yang dahsyat misalnya, dapat membangkitkan peri kemanusiaan dan menumbuhkan rasa welas asih. Sebuah masyarakat yang semula garang dan tidak perduli bisa berubah menjadi pemurah dan baik hati. Tuhan yang semula jengkel pada masyarakat pendosa, bisa terharu dan berubah sayang kepada mereka. Padahal perubahan itu gara-gara sebuah foto yang sangat menyentuh.

Jadi sebuah foto dapat memperbaiki dunia, sekaligus membuat Tuhan menjadi gembira. Itulah kekuatan fotografi – The Power of Photography. Contoh lainnya banyak sekali. Ada foto bocah perempuan lari telanjang dengan latar belakang bom napalm yang sedang meledak. Foto itu membuat dunia marah dan benci pada perang Vietnam. Demikian juga foto-foto korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, rasanya susah lenyap dari ingatan manusia.

Foto meninggalkan bekas lama. Ada yang menyakitkan. Ada juga yang menggembirakan. Ada yang mengharukan, ada juga yang bikin marah dan geram. Kalau kita pandai memanfaatkan, fotografi dapat menjadi esai foto yang memperbaiki perilaku hidup kita. Lomba esai foto tentang berkah sampah diharapkan dapat menemukan foto-foto yang besar pengaruhnya.

Apakah Esai Foto?

Esai adalah pendapat yang obyektif tentang sebuah masalah. Bisa ditulis dalam bentuk karya ilmiah. Bisa juga dilaporkan dalam bentuk gambar dan film. Esai foto adalah uraian yang obyektif dan benar, dapat dipertanggung-jawabkan dalam bentuk foto. Tentu ada syarat-syarat umum yang harus dipenuhi. Pertama komunikatif. Kedua punya pesan yang jelas. Ketiga, sebisa mungkin estetis, mampu menyajikan keindahan. Sebuah esai foto yang bagus tidak hanya menyentuh hati, tapi bisa dipahami dan dipertangung-jawabkan.

Sebuah foto bermakna seribu kata. Jadi kalau ada 3 foto membentuk satu esai, maknanya tiga ribu kata. Misalnya kita ingin menampilkan esai foto tentang kemiskinan. Foto apakah yang harus ditampilkan? Anak kecil mengemis di perempatan jalan? Kaleng makanan yang kosong dan kotor? Rumah tua yang hampir rubuh? Semua bisa. Bahkan baju compang-camping dan cangkul usang dapat ditampilkan secara close-up.

Tetapi sebuah esai tentu lebih dari sekadar menampilkan fakta. Kita bisa memotret sebuah topi di atas meja. Kemudian diberi keterangan: Ini peci Bung Karno saat memproklamirkan Republik Indonesia. Tentu akan menarik bila di sebelahnya ada foto Ir. Soekarno memakai peci itu sedang menghormat merah-putih pada pagi 17 Agustus 1945. Tetapi kedua foto itu belum menjadi esai. Satu deret fakta baru menjadi esei kalau kita perkaya dengan pemikiran kita. Kisah foto peci ini akan menjadi esai kalau kita lengkapi dengan refleksi, atau pertanyaan, apakah hubungan peci dan Republik Indonesia.

Esai foto tentang sampah bisa menampilkan berbagai fakta. Ada kambing di tempat pembuangam akhir (TPA), ada kambing pasar, ada juga sate kambing. Kita menikmati produk sampah yang paling lezat kan?

Lingkungan hidup memberi peluang banyak sekali. Bisa tanah kering yang pecah-pecah menunjukkan kenarau berkepanjangan. Bisa juga banjir merendam kota yang terjadi berkat sampah juga. Kata-kata yang diselipkan ke dalam foto memungkinkan kita melengkapi hal yang tidak tergambar. Sedangkan foto menjelaskan hal yang tidak terkatakan. Misalnya senyum yang tulus, pohon yang sangat besar, dasar laut dengan berbagai isinya, sukar diuraikan dengan kata-kata. Dengan gambar yang bagus akan tampak lebih jelas.

Foto Jurnalisme

Apa bedanya foto esei, foto snap shot, foto seni, pas foto dan foto jurnalisme? Yang terakhir ini terkait langsung dengan peristiwa, atau jurnal. Foto jurnalisme merekam peristiwa yang dapat dipilih, diceritakan, karena menyangkut minat dan kepentingan banyak orang. Misalnya terkait dengan peristiwa politik, peristiwa olahraga, peristiwa budaya, atau kejadian luar biasa. Bisa bencana alam, kecelakaan, pertemuan yang jarang terjadi, dan peristiwa seremonial, ritual.

Sebuah gol di lapangan bola bisa menjadi berita besar. Fotonya akan disebarkan ke seluruh dunia. Apalagi kalau gol itu lahir dari perkumpulan sepak bola yang tidak diduga bisa mengalahkan juara dunia. Tentu, dengan catatan bidikan fotonya istimewa. Jelas, tajam dan komposisinya utuh. Tidak terpotong, tidak kabur, tidak terlalu gelap atau terlalu terang.

Foto jurnalisme yang bagus bisa menghibur, mengharukan, sangat mempesona dan menyenangkan. Sedangkan esai foto membuat kita berpikir, berpendapat, dan yang paling penting: mengubah cara pandang, bahkan peri-laku. Foto esai bisa terdiri dari foto jurnalisme, foto seni, dan pas foto biasa. Kalau kata-kata tidak mampu bicara biarlah gambar menjelaskan. Sedangkan kalau gambar dan tulisan sudah jelas, biarlah pikiran dan hati kita yang bicara.

Jurnalisme adalah isme (kepercayaan) bahwa manusia bisa bahagia kalau punya catatan harian (jurnal). Catatan harian itu bisa berupa huruf, angka, dan gambar. Foto jurnalisme memanfaatkan fotografi untuk melengkapi catatan mengenai berbagai kejadian di dalam masyarakat.

Tentu saja tidak semua hal bisa tercatat maupun terlukiskan. Kita harus memilih. Bisa hal yang paling penting, hal yang paling menentukan dan mempengaruhi jalannya hidup kita. Kalau ternyata peristiwa paling penting adalah mengangkat telpon di saat masih mengantuk, bisa saja itu menjadi peristiwa paling bersejarah, paling menentukan. Misalnya, gara-gara mengangkat telpon itu kita jadi terlibat peristiwa penculikan dan pembunuhan presiden. Atau gara-gara mengangkat telpon yang salah sambung itu kita mendapat jodoh yang sangat membahagiakan kita selamanya.

Foto jurnalisme memperkaya manusia dengan rincian detil dan tangkapan momen. Banyak hal yang terjadi sangat singkat, hanya dalam hitungan sepersekian detik. Tetapi karena tertangkap oleh lensa kamera, peristiwa yang paling super singkat pun dapat tergambar selamanya. Senyum yang hanya setengah detik pun menjadi abadi.

Tugas foto jurnalisme dalam menangkap dan mengabadikan kebenaran. Sedangkan tugas esai foto adalah membuat hati dan pikiran manusia berbicara. ***