30 Januari 2008

Slogan Sampah: Apa perlunya?

Bukan rahasia lagi bahwa sampah di Jakarta dan sekitarnya masih dikelola secara tradisional, dan karena itu menimbulkan masalah yang tidak kecil. Delapan ribu ton sampah yang diproduksi penduduk Jakarta bukan perkara kecil, apalagi kalau sekitar 1300 toh di antaranya (15,3%) dibuang sembarangan, entah di jalanan, entah di kali/got. Untuk mengatasinya, tentunya bukan hanya mesin-mesin atau sistem yang baik saja yang diperlukan. Perilaku masyarakat pun harus diubah.

Jika urusan mesin, sarana-prasarana dan sistem sudah seharusnya menjadi tanggung-jawab pemerintah, Gerakan Hidup Bersih dan Sehat (GHBS), yang nota bene adalah semacam lembaga swadaya masyarakat, yang bergerak dari masyarakat untuk masyarakat, ingin ikut berperan mengatasi masalah lingkungan hidup di Jakarta pada umumnya, dan masalah sampah pada khususnya. Sasaran pokoknya adalah berpartisipasi dalam mengubah perilaku anggota masyarakat (perilaku perorarangan) yang mendukung pengelolaan sampah yang lebih modern atau lebih ’berbudaya.’

Dalam hal ini, GHBS ingin mendorong masyarakat membentuk perilaku atau kebiasaan sosial menaruh dan memilah sampah. Mengingat bahwa kebiasaan sosial membutuhkan juga perubahan kesadaran, dan juga penyediaan sarana-prasarana pembantu, serta aturan pendukung, kerja-sama dengan semua pihak amat diperlukan. Selain itu, waktu yang dibutuhkan pun tidak pendek. Supaya sungguh menjadi kebiasaan, proses yang cukup panjang harus dilalui.

Salah satu contoh kebiasaan sosial yang relatif baru di Jakarta atau juga di Indonesia adalah antre, karena memang baru akhir-akhir ini orang bisa cukup spontan antre untuk mendapatkan sesuatu, jika yang mau mendapatkan tidak sedikit. Menurut pengamatan, antre mulai serius dibentuk pada akhir tahun 1980-an atau awal 199-an, baik dengan pemaksaan dengan pagar besi (sebagai wujud dari aturan), atau dengan penyediaan sarana pembantu (misalnya nomor antrean), serta dengan slogan-slogan dalam bentuk stiker yang mengingatkan orang.

Di awal pembentukan kebiasaan sosial antre itu, slogan bertuliskan ”Bebek aja bisa ngantre!” dengan gambar tiga bebek berbaris punya peran yang tidak kecil. Stiker itu dipasang dimana-mana, di tempat umum, khususnya di tempat yang biasa menuntut antre, seperti tempat pembelian tiket bus, kereta, dan pesawat. Meski pada awalnya masih banyak pelanggaran, dan orang yang menyerobot lalu ditegur masih marah, sekarang ini antre sudah cukup spontan dilakukan orang. Yang menyerobot lalu ditegur, sudah malu. Mungkin malu pada bebek! Itulah peran slogan tadi.

Lomba slogan ’sampah’ ini pun bertujuan untuk menggugah, menggelitik dan mendorong orang untuk mau menaruh dan memilah sampah, atau setidaknya membuang sampah pada tempatnya. Karena itu, yang diharapkan adalah slogan yang tidak bombastis, melainkan slogan yang mungkin lucu, tetapi mudah diingat, serta menggelitik orang. Diharapkan, slogan ini nanti juga bisa dipasang/ditempel di tempat-tempat umum di Jakarta dan sekitarnya. Harapannya, tidak sampai sepuluh tahun, perilaku orang terkait dengan sampah tidak katro’ lagi (jika meminjam istilah Tukul Arwana).

7 komentar:

Syam AG mengatakan...

Sebuah ide yang cermerlang! Slogan merupakan bahasa kampanye yang potensial mempengaruhi persepsi dan perilaku targetnya. Tentunya dengan pemilihan kata-kata yang tepat, pas dan mengena serta orisinil.

BTW, mohon izinnya untuk mensosialisasikan lomba slogan tersebut di blog saya; terimakasih.

GHBS mengatakan...

Silahkan menyosialisasikan di BLog Anda. Trims

sobirinsobirin@gmail.com mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Gigih mengatakan...

Saya minta izin untuk mensosialisakan lomba slogan ini di blog saya, boleh kan?

rajapasar mengatakan...

haiii...
salam kenal..
saya anto dr 97,5 FM Otomotion radio..
bagaimana ya caranya menghubungi anda..

thx..
anto - rajapasar@yahoo.com

mikropolka mengatakan...

saya juga boleh kan menyosialisasikan ini..soalnya saya mau ikut taunya juga dari teks gereja hehe

Anonim mengatakan...

lomba yang asik. thx. **lagi mikir keras slogan2nya..