20 April 2008

Pengumuman Pemenang Lomba Slogan

Akhirnya Jumat sore 18 April 2008 panitia GHBS mengumumkan pemenang lomba slogan di acara Green Festival Aksiku Untuk Bumi di Lapangan Parkir Timur Senayan Jakarta.









Dari kiri ka kanan : Wakil dari pemenang juara pertama, Geraldine (Juara Harapan I), Amir Mahdi (Slogan Terfavorit), Sueb (Juara Harapan IV), Caroline (Juara Harapan V), Ella Syafputri (Juara Harapan IV). Pemenang lainnya berhalangan hadir karena berdomisili di luar kota.



Ketua panitya penyelenggara lomba menyerahkan piagam penghargaan, hadiah serta 'piala' yang terbuat dari bahan daur ulang diserahkan kepada perwakilan pemenang Juara Pertama: Fitrawan Umar dari Pinrang Sulawesi Selatan dengan slogannya:

TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU? KANTONGI AJA DULU!






Inilah 'piala' unik kreasi dari bapak Bintang Nugroho, seorang aktivis pemerhati lingkungan hidup yang juga salah satu juri lomba slogan. Dibuat dari rangkaian botol bekas minuman kesehatan dan kaleng minuman. Ternyata dari barang-barang yang kita anggap sampah, bisa dibuat 'buah tangan' menarik dan unik. Hanya dibutuhkan sedikit kreativitas untuk membuat sampah menjadi berkah.

STOP PRESS : INILAH SANG JUARA SLOGAN !!

Lomba Slogan telah dimulai sejak 1 Februari sampai dengan 31 Maret 2008. Sosialisasi lomba dimulai dengan konferensi pers dilanjutkan dengan email, milis dan blog serta poster. Ternyata melihat penyebarannya yang paling efektif masih melalui email, sedangkan terbanyak peserta mengirimkan karya slogan dengan SMS .

Sampai di hari penutupan telah diterima 3,500 buah slogan yang dikirimkan oleh 795 peserta. Mereka datang dari 21 kota di Indonesia bahkan ada juga peserta dari thailand malaysia . Diantaranya ada empat orang usia SD dan bahkan seorang nenek berusia 70 tahun ikut berkontribusi. Bahkan ada dua peserta tunarungu ikut menanggapi lomba slogan ini. Begitu bersemangatnya peserta sehingga mereka mengirim lebih dari satu slogan, rekor terbesar dikirim seorang peserta yaitu sebanyak 52 buah.

Akhirnya dewan yuri yang terdiri dari Arswendo Atmowiloto, Ayu Utami, Bintang Nugroho berhasil menentukan pemenangnya. SELAMAT KEPADA PARA PEMENANG, mari kita sosialisasikan dengan berbagai cara agar semakin banyak anggota masyarakat, tua-muda, berbagai kalangan yang semakin peduli dengan sampah dalam kehidupan sehari-harinya.

JUARA PERTAMA Fitrawan Umar - Pinrang Sulawesi Selatan

TEMPAT SAMPAH BELUM KETEMU? KANTONGI AJA DULU!

JUARA KEDUA
Agus Priyadi - Pemalang, Jawa Tengah.

Habis manis, sampah dibuang? Mending Didaur ulang.

JUARA KETIGA

Luh De Suriyani Denpasar

Mengolah Sampah, ya Nggak Masalah

JUARA HARAPAN 1

Ali Nugroho -Jakarta

Sampahku.Cermin Gaya Hidupku!

JUARA HARAPAN 2 Geraldine Maria T. S. Jakarta Pusat

Kurangi sampah, kurangi masalah.

JUARA HARAPAN 3

Ella Syafputri -Bekasi

Naik mobil mewah kok nyampah?

JUARA HARAPAN 4

Sueb B. Idi Zakariya Jakarta

Berhenti nyampah sebelum susah.

JUARA HARAPAN 5 Caroline Noviany B. W. Cirebon

Lalat aja tau tempat sampah

SLOGAN TERFAVORIT

Amir Mahdi -Jakarta

Nenek-nenek naik jerapah, dari tulodong sampai sarinah. Hari gini masih nyampah, malu dong ah!!

Liputan Acara Seminar & Workshop Fotografi 12 April 2008

Sabtu pagi ruang Audio visual SMA Kanisius sudah dipadati sekitar 120 peserta, berasal dari berbagai sekolah. Paling banyak tentu dari Kanisius sendiri (56), disusul Pangudi Luhur (15), Santa Ursula (10) ,SMA Ricci II (8), SMA Don Bosco II (8), SMA Abdi Siswa (11 siswa), SMA Gonzaga ( 5 ) dan dari SMA Theresia ( 7 siswa ).
Berhubung ruang kelas terbatas, yang datang terlambat dengan senang hati duduk di lantai diantara kursi-kursi. Peminat yang membludak ini bisa jadi karena topiknya yang menarik atau karena banyak yang dari Sanur ya? Maklum di Kanisius kan all 'male'. Pokoknya yang penting bisa ikut seminar deh.

Acara dimulai pk 10 pagi diawali dengan kata pengantar dari pak Eka Budianta yang mantan wartawan BBC dan sastrawan, beliau juga juri lomba bercerita dengan foto (Esai Foto). Beliau membahas seputar kekuatan sebuah foto terutama foto esai; membedakan dengan foto jurnalisma, foto snap shot, foto seni dan pas foto. Makalah dari pak Eka dapat dilihat di blog ini juga.Kemudian diteruskan oleh pak Eric Prasetya, dosen fotografi IKJ. Pembicara membahas lebih jauh mengenai tehnik-tehnik esasi foto, foto esai yang berbicara dan bagaimana menemukan ide, serta berbagai jenis foto esai.

Selain seminar dari para pakar, setelah rehat diteruskan dengan klinik foto yang menarik minat para peserta. Banyak yang membawa hasil karya fotonya, bahkan langsung hunting foto disekitar lokasi seminar. Acara hunting benar-benar dimanfaatkan oleh peserta untuk mencari obyek yang menarik. Bahkan peserta dengan gembira melaksanakan kegiatan ini sehingga acara yang tadinya hanya diberi waktu 15 menit , malah menjadi 30 menit. Ada sekitar 5 foto yang sempat dievaluasi oleh Bp Erik Prasetya , baik hasil hunting maupun yang sempat dibawa peserta. Beliau mengulas kelemahan dan kekuatan dari foto-foto yang diambil.Waktu yang hanya 30 meint ini sebenarnya terlalu singkat.

Pertanyaan yang disampaikan peserta masih diseputar teknik pengambilan gambar. Dijelaskan bahwa dalam fotografi setiap orang sebenarnya bisa menghasilkan foto bagus; hanya bedanya fotografer pemula mungkin hanya memiliki satu atau dua foto yang bagus, sedangkan fotografer senior mempunyai banyak koleksi foto yang bagus. Intinya setiap orang bisa menang dalam lomba kalau mengirimkan banyak karya foto yang bagus.

Bagi fotografer pemula disarankan untuk tidak ikut-ikutan mengambil gambar seperti profesional, karena akan kalah dari sisi angle dan peralatan. Contohnya : waktu peristiwa demonstrasi di Semanggi di tahun 1998, banyak media yang mengambil gambar sewaktu demontrasi berlangsung. Sebagai fotografer pemula bisa menampilkan hal berbeda, misalnya mengambil kejadian di belakang layar;misalnya saat bom molotov itu dibuat. Karena hal itu
tidak dapat diakses oleh wartawan di luar kampus tapi dapat diakses oleh mahasiswa yang berada di dalam kampus.

Pada saat seminar juga ditampilkan serangkaian foto dari waktu ke waktu tentang
perkembangan pemulihan kondisi korban bom di Kedutaan Australia. Foto itu tentang seorang anak perempuan kecil yang diambil fotonya oleh kakeknya yang berwarganegara Spanyol hanya dengan menggunakan handphone. Hasilnya justru sangat menarik, sangat natural dan indah. walau alatnya sederhana dibandingkan para fotografer profesional. Tetapi karena hubungan emosional yang dekat antara pelaku (fotografer) dan obyek foto, maka hasil foto jadi bagus sekali. Alat yang digunakan sederhana, cukup dengan kamera handphone tetapi gambar yang diambil unik. Berbeda dari gambar-gambar yang muncul di media massa, yang hanya melulu tentang kaca gedung yang hancur, atau kondisi jalan. Foto ini memberikan sesuatu rasa yang mampu menyentuh perasaan orang lain dan bersifat pribadi

Pada saat seminar juga ditampilkan puluhan foto yang menarik dan menggugah rasa, seperti anjing yang dapat menyebrang di zebra cross di Bangkok - Thailand.

Ada pertanyaan menarik dari peserta: Bagaimana rahasianya supaya bisa menang di lomba essay foto (bercerita dengan foto)?
Tip-tip yang diberikan para pembicara adalah
(1) perlunya 'benang merah' dari serangkaian foto-foto yang diambil. Misalnya ada objek yang sama yang selalu hadir pada setiap foto
(2) Memiliki tema yang merupakan pesan dari foto-foto itu sendiri
(3) Fokusnya jelas

Ada hal yang paling berkesan dari Pak Erik. Beliau menjelaskan bahwa banyak foto selalu gagal bercerita dan kata-kata selalu gagal menggambarkan. http://ratnaariani.wordpress.com/

Esai Foto dan Foto Jurnalisma (oleh Eka Budianta)

Pengantar Workshop Fotografi
Aula Kolese Kanisius, Jakarta, 12 April 2008

Kekuatan fotografi telah dimanfaatkan untuk berbagai hal, baik dengan maksud membangun maupun menghancurkan. Hal ini terjadi karena gambar punya power yang dapat mengubah perasaan, pemikiran, dan perilaku manusia. Contoh paling mudah adalah gambar porno yang dikhawatirkan bisa mengacaukan badan maupun pikiran. Baik anak-cucu maupun kakek-nenek. Tetapi, pada ekstrim lain, foto juga dapat mempengaruhi Tuhan. Bagaimana penjelasannya?

Sederhana. Foto bencana alam yang dahsyat misalnya, dapat membangkitkan peri kemanusiaan dan menumbuhkan rasa welas asih. Sebuah masyarakat yang semula garang dan tidak perduli bisa berubah menjadi pemurah dan baik hati. Tuhan yang semula jengkel pada masyarakat pendosa, bisa terharu dan berubah sayang kepada mereka. Padahal perubahan itu gara-gara sebuah foto yang sangat menyentuh.

Jadi sebuah foto dapat memperbaiki dunia, sekaligus membuat Tuhan menjadi gembira. Itulah kekuatan fotografi – The Power of Photography. Contoh lainnya banyak sekali. Ada foto bocah perempuan lari telanjang dengan latar belakang bom napalm yang sedang meledak. Foto itu membuat dunia marah dan benci pada perang Vietnam. Demikian juga foto-foto korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, rasanya susah lenyap dari ingatan manusia.

Foto meninggalkan bekas lama. Ada yang menyakitkan. Ada juga yang menggembirakan. Ada yang mengharukan, ada juga yang bikin marah dan geram. Kalau kita pandai memanfaatkan, fotografi dapat menjadi esai foto yang memperbaiki perilaku hidup kita. Lomba esai foto tentang berkah sampah diharapkan dapat menemukan foto-foto yang besar pengaruhnya.

Apakah Esai Foto?

Esai adalah pendapat yang obyektif tentang sebuah masalah. Bisa ditulis dalam bentuk karya ilmiah. Bisa juga dilaporkan dalam bentuk gambar dan film. Esai foto adalah uraian yang obyektif dan benar, dapat dipertanggung-jawabkan dalam bentuk foto. Tentu ada syarat-syarat umum yang harus dipenuhi. Pertama komunikatif. Kedua punya pesan yang jelas. Ketiga, sebisa mungkin estetis, mampu menyajikan keindahan. Sebuah esai foto yang bagus tidak hanya menyentuh hati, tapi bisa dipahami dan dipertangung-jawabkan.

Sebuah foto bermakna seribu kata. Jadi kalau ada 3 foto membentuk satu esai, maknanya tiga ribu kata. Misalnya kita ingin menampilkan esai foto tentang kemiskinan. Foto apakah yang harus ditampilkan? Anak kecil mengemis di perempatan jalan? Kaleng makanan yang kosong dan kotor? Rumah tua yang hampir rubuh? Semua bisa. Bahkan baju compang-camping dan cangkul usang dapat ditampilkan secara close-up.

Tetapi sebuah esai tentu lebih dari sekadar menampilkan fakta. Kita bisa memotret sebuah topi di atas meja. Kemudian diberi keterangan: Ini peci Bung Karno saat memproklamirkan Republik Indonesia. Tentu akan menarik bila di sebelahnya ada foto Ir. Soekarno memakai peci itu sedang menghormat merah-putih pada pagi 17 Agustus 1945. Tetapi kedua foto itu belum menjadi esai. Satu deret fakta baru menjadi esei kalau kita perkaya dengan pemikiran kita. Kisah foto peci ini akan menjadi esai kalau kita lengkapi dengan refleksi, atau pertanyaan, apakah hubungan peci dan Republik Indonesia.

Esai foto tentang sampah bisa menampilkan berbagai fakta. Ada kambing di tempat pembuangam akhir (TPA), ada kambing pasar, ada juga sate kambing. Kita menikmati produk sampah yang paling lezat kan?

Lingkungan hidup memberi peluang banyak sekali. Bisa tanah kering yang pecah-pecah menunjukkan kenarau berkepanjangan. Bisa juga banjir merendam kota yang terjadi berkat sampah juga. Kata-kata yang diselipkan ke dalam foto memungkinkan kita melengkapi hal yang tidak tergambar. Sedangkan foto menjelaskan hal yang tidak terkatakan. Misalnya senyum yang tulus, pohon yang sangat besar, dasar laut dengan berbagai isinya, sukar diuraikan dengan kata-kata. Dengan gambar yang bagus akan tampak lebih jelas.

Foto Jurnalisme

Apa bedanya foto esei, foto snap shot, foto seni, pas foto dan foto jurnalisme? Yang terakhir ini terkait langsung dengan peristiwa, atau jurnal. Foto jurnalisme merekam peristiwa yang dapat dipilih, diceritakan, karena menyangkut minat dan kepentingan banyak orang. Misalnya terkait dengan peristiwa politik, peristiwa olahraga, peristiwa budaya, atau kejadian luar biasa. Bisa bencana alam, kecelakaan, pertemuan yang jarang terjadi, dan peristiwa seremonial, ritual.

Sebuah gol di lapangan bola bisa menjadi berita besar. Fotonya akan disebarkan ke seluruh dunia. Apalagi kalau gol itu lahir dari perkumpulan sepak bola yang tidak diduga bisa mengalahkan juara dunia. Tentu, dengan catatan bidikan fotonya istimewa. Jelas, tajam dan komposisinya utuh. Tidak terpotong, tidak kabur, tidak terlalu gelap atau terlalu terang.

Foto jurnalisme yang bagus bisa menghibur, mengharukan, sangat mempesona dan menyenangkan. Sedangkan esai foto membuat kita berpikir, berpendapat, dan yang paling penting: mengubah cara pandang, bahkan peri-laku. Foto esai bisa terdiri dari foto jurnalisme, foto seni, dan pas foto biasa. Kalau kata-kata tidak mampu bicara biarlah gambar menjelaskan. Sedangkan kalau gambar dan tulisan sudah jelas, biarlah pikiran dan hati kita yang bicara.

Jurnalisme adalah isme (kepercayaan) bahwa manusia bisa bahagia kalau punya catatan harian (jurnal). Catatan harian itu bisa berupa huruf, angka, dan gambar. Foto jurnalisme memanfaatkan fotografi untuk melengkapi catatan mengenai berbagai kejadian di dalam masyarakat.

Tentu saja tidak semua hal bisa tercatat maupun terlukiskan. Kita harus memilih. Bisa hal yang paling penting, hal yang paling menentukan dan mempengaruhi jalannya hidup kita. Kalau ternyata peristiwa paling penting adalah mengangkat telpon di saat masih mengantuk, bisa saja itu menjadi peristiwa paling bersejarah, paling menentukan. Misalnya, gara-gara mengangkat telpon itu kita jadi terlibat peristiwa penculikan dan pembunuhan presiden. Atau gara-gara mengangkat telpon yang salah sambung itu kita mendapat jodoh yang sangat membahagiakan kita selamanya.

Foto jurnalisme memperkaya manusia dengan rincian detil dan tangkapan momen. Banyak hal yang terjadi sangat singkat, hanya dalam hitungan sepersekian detik. Tetapi karena tertangkap oleh lensa kamera, peristiwa yang paling super singkat pun dapat tergambar selamanya. Senyum yang hanya setengah detik pun menjadi abadi.

Tugas foto jurnalisme dalam menangkap dan mengabadikan kebenaran. Sedangkan tugas esai foto adalah membuat hati dan pikiran manusia berbicara. ***