20 April 2008

Esai Foto dan Foto Jurnalisma (oleh Eka Budianta)

Pengantar Workshop Fotografi
Aula Kolese Kanisius, Jakarta, 12 April 2008

Kekuatan fotografi telah dimanfaatkan untuk berbagai hal, baik dengan maksud membangun maupun menghancurkan. Hal ini terjadi karena gambar punya power yang dapat mengubah perasaan, pemikiran, dan perilaku manusia. Contoh paling mudah adalah gambar porno yang dikhawatirkan bisa mengacaukan badan maupun pikiran. Baik anak-cucu maupun kakek-nenek. Tetapi, pada ekstrim lain, foto juga dapat mempengaruhi Tuhan. Bagaimana penjelasannya?

Sederhana. Foto bencana alam yang dahsyat misalnya, dapat membangkitkan peri kemanusiaan dan menumbuhkan rasa welas asih. Sebuah masyarakat yang semula garang dan tidak perduli bisa berubah menjadi pemurah dan baik hati. Tuhan yang semula jengkel pada masyarakat pendosa, bisa terharu dan berubah sayang kepada mereka. Padahal perubahan itu gara-gara sebuah foto yang sangat menyentuh.

Jadi sebuah foto dapat memperbaiki dunia, sekaligus membuat Tuhan menjadi gembira. Itulah kekuatan fotografi – The Power of Photography. Contoh lainnya banyak sekali. Ada foto bocah perempuan lari telanjang dengan latar belakang bom napalm yang sedang meledak. Foto itu membuat dunia marah dan benci pada perang Vietnam. Demikian juga foto-foto korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, rasanya susah lenyap dari ingatan manusia.

Foto meninggalkan bekas lama. Ada yang menyakitkan. Ada juga yang menggembirakan. Ada yang mengharukan, ada juga yang bikin marah dan geram. Kalau kita pandai memanfaatkan, fotografi dapat menjadi esai foto yang memperbaiki perilaku hidup kita. Lomba esai foto tentang berkah sampah diharapkan dapat menemukan foto-foto yang besar pengaruhnya.

Apakah Esai Foto?

Esai adalah pendapat yang obyektif tentang sebuah masalah. Bisa ditulis dalam bentuk karya ilmiah. Bisa juga dilaporkan dalam bentuk gambar dan film. Esai foto adalah uraian yang obyektif dan benar, dapat dipertanggung-jawabkan dalam bentuk foto. Tentu ada syarat-syarat umum yang harus dipenuhi. Pertama komunikatif. Kedua punya pesan yang jelas. Ketiga, sebisa mungkin estetis, mampu menyajikan keindahan. Sebuah esai foto yang bagus tidak hanya menyentuh hati, tapi bisa dipahami dan dipertangung-jawabkan.

Sebuah foto bermakna seribu kata. Jadi kalau ada 3 foto membentuk satu esai, maknanya tiga ribu kata. Misalnya kita ingin menampilkan esai foto tentang kemiskinan. Foto apakah yang harus ditampilkan? Anak kecil mengemis di perempatan jalan? Kaleng makanan yang kosong dan kotor? Rumah tua yang hampir rubuh? Semua bisa. Bahkan baju compang-camping dan cangkul usang dapat ditampilkan secara close-up.

Tetapi sebuah esai tentu lebih dari sekadar menampilkan fakta. Kita bisa memotret sebuah topi di atas meja. Kemudian diberi keterangan: Ini peci Bung Karno saat memproklamirkan Republik Indonesia. Tentu akan menarik bila di sebelahnya ada foto Ir. Soekarno memakai peci itu sedang menghormat merah-putih pada pagi 17 Agustus 1945. Tetapi kedua foto itu belum menjadi esai. Satu deret fakta baru menjadi esei kalau kita perkaya dengan pemikiran kita. Kisah foto peci ini akan menjadi esai kalau kita lengkapi dengan refleksi, atau pertanyaan, apakah hubungan peci dan Republik Indonesia.

Esai foto tentang sampah bisa menampilkan berbagai fakta. Ada kambing di tempat pembuangam akhir (TPA), ada kambing pasar, ada juga sate kambing. Kita menikmati produk sampah yang paling lezat kan?

Lingkungan hidup memberi peluang banyak sekali. Bisa tanah kering yang pecah-pecah menunjukkan kenarau berkepanjangan. Bisa juga banjir merendam kota yang terjadi berkat sampah juga. Kata-kata yang diselipkan ke dalam foto memungkinkan kita melengkapi hal yang tidak tergambar. Sedangkan foto menjelaskan hal yang tidak terkatakan. Misalnya senyum yang tulus, pohon yang sangat besar, dasar laut dengan berbagai isinya, sukar diuraikan dengan kata-kata. Dengan gambar yang bagus akan tampak lebih jelas.

Foto Jurnalisme

Apa bedanya foto esei, foto snap shot, foto seni, pas foto dan foto jurnalisme? Yang terakhir ini terkait langsung dengan peristiwa, atau jurnal. Foto jurnalisme merekam peristiwa yang dapat dipilih, diceritakan, karena menyangkut minat dan kepentingan banyak orang. Misalnya terkait dengan peristiwa politik, peristiwa olahraga, peristiwa budaya, atau kejadian luar biasa. Bisa bencana alam, kecelakaan, pertemuan yang jarang terjadi, dan peristiwa seremonial, ritual.

Sebuah gol di lapangan bola bisa menjadi berita besar. Fotonya akan disebarkan ke seluruh dunia. Apalagi kalau gol itu lahir dari perkumpulan sepak bola yang tidak diduga bisa mengalahkan juara dunia. Tentu, dengan catatan bidikan fotonya istimewa. Jelas, tajam dan komposisinya utuh. Tidak terpotong, tidak kabur, tidak terlalu gelap atau terlalu terang.

Foto jurnalisme yang bagus bisa menghibur, mengharukan, sangat mempesona dan menyenangkan. Sedangkan esai foto membuat kita berpikir, berpendapat, dan yang paling penting: mengubah cara pandang, bahkan peri-laku. Foto esai bisa terdiri dari foto jurnalisme, foto seni, dan pas foto biasa. Kalau kata-kata tidak mampu bicara biarlah gambar menjelaskan. Sedangkan kalau gambar dan tulisan sudah jelas, biarlah pikiran dan hati kita yang bicara.

Jurnalisme adalah isme (kepercayaan) bahwa manusia bisa bahagia kalau punya catatan harian (jurnal). Catatan harian itu bisa berupa huruf, angka, dan gambar. Foto jurnalisme memanfaatkan fotografi untuk melengkapi catatan mengenai berbagai kejadian di dalam masyarakat.

Tentu saja tidak semua hal bisa tercatat maupun terlukiskan. Kita harus memilih. Bisa hal yang paling penting, hal yang paling menentukan dan mempengaruhi jalannya hidup kita. Kalau ternyata peristiwa paling penting adalah mengangkat telpon di saat masih mengantuk, bisa saja itu menjadi peristiwa paling bersejarah, paling menentukan. Misalnya, gara-gara mengangkat telpon itu kita jadi terlibat peristiwa penculikan dan pembunuhan presiden. Atau gara-gara mengangkat telpon yang salah sambung itu kita mendapat jodoh yang sangat membahagiakan kita selamanya.

Foto jurnalisme memperkaya manusia dengan rincian detil dan tangkapan momen. Banyak hal yang terjadi sangat singkat, hanya dalam hitungan sepersekian detik. Tetapi karena tertangkap oleh lensa kamera, peristiwa yang paling super singkat pun dapat tergambar selamanya. Senyum yang hanya setengah detik pun menjadi abadi.

Tugas foto jurnalisme dalam menangkap dan mengabadikan kebenaran. Sedangkan tugas esai foto adalah membuat hati dan pikiran manusia berbicara. ***

Tidak ada komentar: