30 Januari 2008

Bercerita (tentang sampah) dengan Foto


Tukul Arwana, dengan ‘Empat Mata’-nya, telah mempopulerkan kata katro’, yang disejajarkan dengan kata kampungan atau ndeso. Sebenarnya, yang mau ditekankan oleh Tukul bukanlah asal-usul seseorang, melainkan perilaku yang tidak sesuai dengan tempat dan jaman. Mungkin saja orang buang air kecil di bawah pohon itu biasa jika itu dilakukan di hutan, tetapi tentu saja akan menjadi katro’ kalau hal itu dilakukan di bawah pohon di Jl. Sudirman, Jakarta . Masih banyak lagi contoh perilaku katro’ di Jakarta. Di jalanan, perilaku katro’ tampak ketika orang main serobot di jalan; atau juga ketika menyeberang tidak di tempatnya,

Perilaku katro’ juga jelas tampak ketika orang sembarangan membuang sampah. Jika dilihat lebih dalam, perilaku seperti itu adalah bentuk ketidak-pedulian kita, baik terhadap alam maupun terhadap orang lain. Di tengah kota besar yang lahannya yang makin terbatas dan penduduknya makin banyak, perilaku katro’ tentu akan sangat mengganggu kehidupan bersama. Tidak bisa tidak, perilaku itu harus diubah.

GHBS (Gerakan Hidup Bersih dan Sehat) mau mengajak masyarakat Jakarta mengubah perilaku katro’ terkait dengan sampah itu. Salah satu caranya adalah mengubah kesadaran. Dalam hal inilah, lomba bercerita dengan foto dilakukan. Maksudnya, dengan rangkaian foto yang dilengkapi kalimat pendek itu, orang diharapkan bisa berkaca pada perilakunya yang lama maupun mempunyai inspirasi dan wawasan tentang perilaku yang cocok, sehingga terdorong untk mengubah perilakunya.

Perilaku yang cocok dengan kehidupan modern itu diharapkan menjadi sebuah kebiasaan sosial, yaitu perilaku yang dilakukan oleh banyak orang secara spontan, seperti misalnya berjalan di sebelah kiri, buang air kecil di toilet dan antre. Dalam proses pembentukan kebiasaan sosial ini, cerita-foto itu bisa dijadikan sarana kampanye yang efektif. Karena lomba ini untuk pelajar dan mahasiswa, yang diutamakan bukanlah kualitas fotonya, melainkan kesesuaian isi foto dengan tema dan tujuan, meski kualitas juga diperhitungkan.

7 komentar:

The Institute for Ecosoc Rights mengatakan...

Bagaimana pun sulit dihindari bahwa Tukul sudah banyak menyebarkan konotasi buruk untuk orang-orang dan masyarakat desa yang sesungguhnya. Ini sejajar dengan biasnya masyarakat kota terhadap masyarakat pedesaan. Bayangkan kalau kita juga bersikap bias pada sampah ...

semutmerah mengatakan...

Kenapa partisipannya mesti pelajar/mahasiswa? Saya yakin ada orang-orang yang tidak/sudah selesai sekolah ingin berpartisipasi dalam kegiatan foto ini.

ratna mengatakan...

Lomba ini bersifat umum, semua kalangan bisa terlibat. Khusus untuk lomba foto bercerita memang dilombakan untuk pelajar/mahasiswa karena bertujuan menggugah kesadaran mereka ditengah kesibukan belajar agar semakin peka terhadap keadaan lingkungan hidup sekitarnya. Disini memang tidak dituntut kualitas foto setara profesional, tapi pesan kuat dari foto tersebut akan sangat menentukan. Kelompok pelajar/mahasiswa ini dianggap lebih akrab dengan teknologi komunikasi dan digital sehingga mereka bisa menggunakan kamera HP dimanapun juga. Kalaupun ada foto-foto peserta yang masuk tapi bukan dari pelajar /mahasiswa dan layak ditayangkan, panitya dengan senang hati akan mencari jalan terbaik untuk dapat dinikmati masyarakat luas.

Yohan Taryono Widodo, S.E mengatakan...

dear Panitia ,

wah klo untuk pelajar & mahasiswa rasanya kurang adil aja ney , yang sudah lulus alias buklan pelajar & mahasiswa kan boleh ikyutan kan ???
mohon untuk penerangannya ..


saya antusias sekali mo ikutan
bagaiaman ini segera .
saya juga ada blogger & info oini saya masukkan dalam link saya,


salam
yzukamotto
www.yzukamotto.blogspot.com
08155025937

helpfish mengatakan...

bagus juga, pa lagi kalau kami yang sudah lulus bisa ikut berpartisipasi,
tetap semangat buat panitia

anto mengatakan...

sudah adakah pengumuman pemenang lomba fotonya?

GHBS mengatakan...

Lomba Foto diperpanjang sampai tanggal 10 Juni 2008.Up date kabar terbaru dapat dilihat dalam blog ini. Trims